Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung menyatakan penyidikan dugaan kasus kelebihan pembayaran pajak PT Mobile-8 Telecom (sekrang PT Smartfren) milik bos MNC Grup, Hary Tanoesudibyo, jalan terus dengan memeriksa sejumlah saksi.

"Penyidikannya jalan terus," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung, Maruli Hutagalung, di Jakarta, Kamis.

Ia menegaskan semua pihak yang terlibat dalam kasus ini bakal diperiksa, termasuk Hary Tanoesudibyo.

JAM Pidsus Widyo Pramono menyatakan Kejaksaan masih bekerja mengumpulkan alat bukti agar perkaranya benar-benar jelas, dengan menyisir satu per satu saksi.

"Yang jelas saat ini kasus itu, masih penyidikan umum," kata Widyo.

Sebelumnya, Kejagung mengakui tengah menyidik dugaan korupsi penerimaan kelebihan bayar atas pembayaran pajak PT Mobile 8 Telecom (PT Smartfren) tahun 2007-2009.

Ketua Tim Penyidik kasus ini, Ali Nurudin, menyebutkan pada 2007-2009, PT Mobile 8 Telecom telah melakukan perdagangan dengan salah satu distributornya --PT Djaja Nusantara Komunikasi-- dalam bentuk produk telekomunikasi senilai Rp80 miliar.

"Sebenarnya PT Djaya Nusantara Komunikasi tidak mampu untuk membeli barang tersebut dalam jumlah tersebut dan sesuai keterangan saudara Eliana Djaya sebagai Direktur PT Djaya Nusantara Komunikasi (DNK) bahwa transaksi perdagangan tersebut hanyalah seolah-olah ada dan untuk kelengkapan administrasi pihak Mobile 8 Telecom akan mentransfer uang sebanyak Rp80 miliar ke rekening PT DNK," kata Ali.

Pada Desember 2007 PT Mobile 8 Telecom telah dua kali mentransfer uang, masing-masing Rp50 miliar dan Rp30 miliar.

"Untuk mengemas seolah-olah terjadi transaksi perdagangan pihak PT Mobile 8, invoice dan faktur yang sebelumnya dibuatkan purchase order yang seolah-olah terdapat pemesanan barang dari PT DNK, yang faktanya PT DNK tidak pernah menerima barang dari PT Mobile 8 Telecom," papar Ali.

Pertengahan 2008, PT DNK kembali menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 Telecom dengan nilai total Rp114.986.400.000, padahal PT DNK tidak pernah bertransaksi sebesar itu, tidak pernah menerima barang dan bahkan tidak pernah melakukan pembayaran.

"Diduga faktur pajak yang telah diterbitkan yang seolah-olah ada transaksi-transaksi antara PT Mobile 8 Telecom dengan PT DNK, digunakan oleh PT Mobile 8 Telecom untuk pengajuan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada kantor Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Surabaya, supaya masuk bursa di Jakarta."

"Pada 2009 PT Mobile 8 Telecom menerima pembayaran restitusi sebesar Rp10.748.156.345, yang seharusnya Perusahaan tersebut tidak berhak atau tidak sah penerimaan kelebihan pembayaran pajak tersebut," kata Ali.

Kerugian sementara atas kasus ini adalah Rp10 milyar. "Tidak menutup kemungkinan kerugian bertambah karena ini baru temuan awal," kata Ali.


Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015