Jakarta (ANTARA News) - Jumlah pengangguran usia muda secara global yang meningkat selama beberapa tahun terakhir menimbulkan kekhawatiran sehingga menjadi salah satu bahasan utama Konferensi Tingkat Menteri Tenaga Kerja Organisasi Konferensi Islam (OKI) ke-3 di Jakarta, 28-30 Oktober 2015.

"Meningkatnya angka pengangguran pemuda secara global dan juga di kawasan negara anggota OKI telah menjadi perhatian bersama," kata Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri dalam sambutannya pada pembukaan Konferensi tersebut di Jakarta, Kamis.

Hanif memaparkan saat ini ada peningkatan jumlah pengangguran muda secara global yang pada 2014 telah mencapai angka 73,7 juta orang.

Kondisi itu juga dialami negara-negara anggota OKI pada umumnya dimana pertumbuhan populasi cenderung meningkat dengan proporsi usia muda (15-24 tahun) yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia 25 tahun ke atas.

Sementara itu, sebagai negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia, Indonesia memiliki peran yang cukup strategis dalam berkontribusi untuk memajukan kerjasama OKI di bidang ketenagakerjaan.

Bertolak dari kondisi tersebut, maka kerja sama di bidang ketenagakerjaan di antara negara anggota OKI disebut Hanif harus ditujukan untuk kemajuan tenaga kerja muda.

Pada 2020-2030, Indonesia juga diprediksi akan mendapat Bonus Demografi dimana jumlah proporsi penduduk usia produktif akan meningkat dan diperkirakan mencapai 180 juta sementara usia nonproduktif hanya 60 juta.

Sementara itu, dalam sambutannnya, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengatakan pertemuan OKI dibidang ketenagakerjaan yang diselenggarakan tahun ini sangatlah tepat dan sejalan dengan kondisi ekonomi global yang sedang mengalami perlambatan.

"Pertemuan OKI di bidang ketenagakerjaan mempunyai arti yang penting dalam mendorong perbaikan ekonomi global yang berimbas pada menurunnya kesempatan kerja di berbagai belahan dunia,"kata Wapres yang membuka acara tersebut secara resmi.

Wapres menyatakan penyediaan lapangan kerja merupakan hal penting sebagai indikator kemajuan dan diperlukan kerja sama ekonomi sosial dan menjaga perdamaian antar negara OKI untuk mewujudkan perekonomian yang baik.

"Ekonomi yang terbuka tentu membutuhkan kerja sama," ujarnya.

Wapres juga menekankan negara-negara OKI juga perlu membahas mengenai perlindungan terhadap pekerja migran karena selain menjadi pengirim, negara-negara tersebut juga merupakan penerima buruh migran.

"Negara-negara OKI memiliki perbedaan tingkat ekonomi. Banyak yang jadi pekerja migran untuk negara lain. Buruh migran Indonesia saja ada enam juta orang, 75 persen di negara OKI. Kita perlu membuat sistem perlindungan di antara negara OKI, bukan hanya mengenai upah," ujarnya.

Sebanyak 35 negara anggota OKI (termasuk Indonesia) menghadiri Konferensi Tingkat Menteri Tenaga Kerja OKI ke-3 tersebut begitu juga dua negara pengamat yaitu Rusia dan Thailand serta satu "subsidiary bodies" OKI.

Konferensi juga dihadiri langsung 15 Menteri Tenaga Kerja Negara-negara OKI.

Kerja sama negara-negara OKI mencakup enam area yaitu di bidang ketenagakerjaan, promosi K3, pengurangan angka pengangguran, pengembangan kapasitas angkatan kerja, penanganan tenaga kerja migran, strategi pembangunan informasi pasar kerja dan perlindungan sosial.

Pewarta: Arie Novarina
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015