Kupang (ANTARA News) - Sekelompok anak muda berpakaian tenun merah dan kelewang terselip di pinggang datang beriringan dengan langkah kaki mengikuti irama.

Bersuka cita mereka menyambut seorang pahlawan bernama Meo yang kembali dari perang dan membawa kemenangan.

Sebagai bukti kemenangannya, Meo membawa kepala musuhnya untuk ditunjukan pada warga di kampungnya.
"Itu terjadi karena perang antarsuku. Kepala itu juga dibawa ke raja," kata Agustinus Tapatab, pelatih tari di Sanggar Nunu Kobas, Kabupaten Timor Tengah Selatan saat berada di Festival Budaya Melanesia di Kupang.

Tarian Suku Molow di Timor Tengah Selatan ini bertumpu pada langkah kaki tersendat-sendat sang penari dan tidak banyak memainkan gerakan tubuh bagian atas.

Gemerincing yang berasal dari gelang di kaki mereka berpadu dengan irama yang cenderung statis dari perkusi.
Tarian perang juga disuguhkan oleh delegasi yang mewakili Papua melalui tari Mambri.

Mambri si pahlawan dikisahkan memiliki kekuatan supernatural dan dituakan khususnnya di Biak.
Dahulu kala, di daerah tersebut kerap terjadi pertikaian antarsuku namun mereka merasa takut kepada Mambri.
Kehadiran Mambri pun menciptakan damai diantara dua kubu yang bertengkar itu.

"Ia memberikan pesan perdamaian dalam perang," kata Vianny Subiyat dari Sanggar Black Papua yang kali ini menjadi sosok Mambri.

Bila mayoritas tarian dari daerah Nusa Tenggara Timur mengandalkan kekompakkan gerakan kaki para pernarinya, tarian dari Papua terlihat lebih cepat, dinamis dan menggunakan gerakan dari seluruh 
Negara peserta yang hadir di Festival Budaya Melanesia tampil membawakan kesenian dari daerah mereka, Indonesia antara lain juga menghadirkan kesenian dari Kabupaten Malaka, Kabupaten Kupang, Kabupaten Belu, dan Kabupaten Lembata sebagai perwakilan dari NTT.

Tak ketinggalan provinsi Maluku menyajikan dansa berpasangan dengan iringan musik yang santai.
Perang juga menjadi tema perwakilan dari Kaledonia baru yang mengambil tarian dari daerah Wetr di Pulau Lifou.

Tarian perang yang dibawakan perwakilan Nusantara umumnya mengangkat cerita perebutan tanah sebagai pemicunya namun tarian dari negara di kawasan Pasifik tersebut menceritakan dua klan yang berperang untuk meningkatkan kekuatan mereka.

Sementara itu, Fiji selain membawakan tarian perang, mereka juga memperkenalkan kesenian Vuthu, berupa nyanyian tradisional yang mengisahkan kedatangan agama Kristen di tanah mereka.
Nyanyian gregorian bercampur dengan vokal bertempo cepat dalam bahasa setempat.

Penampilan kesenian yang diadakan selama dua hari di Festival Budaya Melanesia ini menjadi penutup perhelatan tersebut, Kamis (29/10) malam.

Kepala Sub-Direktorat Diplomasi Budaya Luar Negeri Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Restu Gunawan mengatakan melalui festival ini terlihat banyak kemiripan karakter budaya.

"Menunjukkan bahwa kita saudara yang saling membanu dan bekerja sama khususnya dalam bidang kebudayaan," kata Restu saat menutup acara tersebut.

Asisten II Setda Provinsi NTT Andreas Jehalu mengatakan mereka akan memelihara dengan bangga identitas mereka sebagai kawasan Melanesia.

Pewarta: Nattisha Andarningtyas
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015