Jakarta (ANTARA News) - Manajemen PT Jalantol Lingkarluar Jakarta (JLJ) dan Serikat Karyawan JLJ (SKJLJ) memastikan akan melakukan pertemuan bipartit, menyusul pembatalan aksi mogok tutup tol oleh serikat itu pada akhir Oktober.

"Kami sudah bertemu dengan SKJLJ, Jumat (30/10) untuk menindaklanjuti hasil pertemuan di Mapolda Metro Jaya, Senin (26/10)," kata Kepala Bagian Hukum dan Humas PT Jalantol Lingkarluar Jakarta (JLJ) Revianto Januar, Sabtu.

Januar menyebutkan, pada pertemuan pertama itu dihadiri juga oleh Ketua SKJLJ Mirah Sumirat dan kemudian proses bipartit berikutnya akan dilakukan selama satu bulan sesuai ketentuan perundangan.

"Proses perundingan ini merupakan langkah yang diminta serikat terhadap 320 karyawan PKWT yang tidak mendaftarkan diri ke PT Jasa Layanan Operasi (JLO) sebelumnya," katanya.

Menurut dia, upaya perundingan tersebut merupakan hasil pertemuan antara Direksi PT Jasa Marga, Direksi PT JLJ, Direksi PT JLO dengan Serikat Karyawan JLJ yang difasilitasi oleh Kapolda Metro Jaya.

Selain itu, rencana aksi mogok kerja yang semula akan dilaksanakan pada akhir Oktober ini pun dibatalkan.

Rencana aksi mogok kerja yang semula dikoordinasikan SKJLJ ini dilakukan karena mereka tidak ingin bergabung dengan PT Jasa Layanan Operasi (JLO), Anak Perusahaan Jasa Marga yang bergerak di bidang jasa layanan operasional jalan tol.

Namun, berkat sosialisasi yang dilakukan oleh Manajemen JLJ, dari 2.800 karyawan PKWT PT JLJ, sekitar 90 persen di antaranya sudah bersedia untuk bergabung dengan PT JLO sebagai karyawan tetap.

Hal itu dilakukan, kata Januar, karena mereka menganggap gaji, tunjangan kesehatan dan kesejahteraan di PT JLO lebih pasti dibanding perusahaan sebelumnya. Sedang sekitar 10 persennya belum bersedia untuk bergabung dengan JLO.

Proaktif persuasif


Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian sebelumnya mengatakan, pihaknya telah melakukan komunikasi proaktif.

"Kepentingan kami, pertama langkah proaktif persuasif untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum, serta antisipasi tindakan hukum yang dilakukan. Karena itu, kami lakukan komunikasi dan cari solusi," kata Tito.

Menurut Tito, setiap pekerja mempunyai hak untuk menyampaikan aspirasinya. Namun apabila hal tersebut dapat mengganggu ketertiban dan kepentingan umum, pihaknya akan menindak sesuai undang-undang yang berlaku.

Oleh karena itu, kepada mereka diimbau agar tidak ada aksi penutupan jalan tol yang berpotensi menimbulkan kerugian negara dan dapat menghambat aktivitas perekonomian masyarakat.

Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015