Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah bermaksud mendirikan Universitas Islam Internasional atau yang juga disebut Graduate University of Islamic Studies (GUIS) karena sebagai sebagai bangsa dengan umat Islam terbesar di dunia, sudah sewajarnya jika Indonesia mendirikannya.

Menurut laman kemenag.go.id yang dikutip Senin, sejumlah pejabat berkumpul di  rumah dinas Wakil Presiden,  Jusuf Kalla, Kamis (29/10) untuk melakukan pembahasan lebih lanjut mengenai rencana pendirian Universitas Islam Internasional (UII).

Hadir di dalam acara ini adalah Wapres  Jusuf Kalla, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Ristekdikti Muhammad Nasir, Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi, Wamenlu Muhammad Fachir, Seswapres Mohammad Oemar, Sekjen Kemenag Nur Syam, Dirjen Pendis Kamaruddin Amin, dan Deputi  SDM Bappenas Subandi.

Hadir juga  sejumpah tokoh dan pakar  lintas keahlian, misalnya  Komaruddin Hidayat, Bachtiar Effendi, Marsudi Syuhud (NU), Imam Addaruquthni (Muhammadiyah),  Quraisy Syihab,  Alwi Syihab,  Jimly Asshiddiqie, dan sejumlah intelektual Muslim lainnya.

Menurut Nur Syam, salah satu hal penting yang dibahas dalam pertemuan itu, bahwa Universitas Islam Internasional yang didesain untuk  bisa menjadi ikon bagi pengembangan studi Islam, hanya akan mengembangan program strata dua dan tiga.

Perguruan tinggi ini, lanjut Nur Syam, diharapkan akan menghasilkan ahli-ahli riset tentang ilmu keislaman, yang mumpuni dan berwawasan kemajuan. "Lahirnya Graduate University of Islamic Studies (GUIS), bukan pada banyaknya alumni yang dihasilkan,  akan tetapi pada kualitas alumni yang diproduksinya," jelasnya.

Nur Syam yang juga mantan Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya  memandang bahwa pengembangan ilmu keislaman (Islamic Studies) di Indonesia sudah mengenal dua pola atau dua arah, yaitu: arah pengembangan studi Islam murni (pure Islamic studies) dan ilmu keislaman integrative (integrative Islamic studies).

Pola pertama dikembangkan melalui pendirian Ma’had Ali dengan berbagai variasi keilmuannya, lalu untuk mengembangkan  integrasi ilmu melalui didirikannya berbagai UIN dengan varian program studinya.

"Keduanya merupakan bagian tidak terpisahkan di dalam kerangka pengembangan ilmu keislaman yang ke depan diharapkan akan lebih relevan dengan kebutuhan umat beragama di dunia internasional," tegasnya.

Mencermati kedua arah pengembangan ilmu keislaman tersebut, Nur Syam berpandangan tentang pentingnya  menjelaskan  distingsi dan ekselensi dari GUIIS ini.

Ini penting agar  alumni GUIS nantinya jangan sampai kualitasnya  barada di bawah Ma’had Ali atau PTKIN. Salah satu distingsi yang harus diperkuat  adalah  riset dan bahasa. Dari distingsi ini  diharapkan akan memunculkan ekselensi yang merupakan keunggulannya.

Mengutip pendapat  Jusuf Kalla, Nur Syam menambahkan bahwa dunia internasional sekarang ini lebih tertarik pada Islam Indonesia. Mereka semua heran bagaimana Islam Indonesia bisa rukun dan damai. Sementara di Timur Tengah terjadi konflik belum jelas kapan selesainya.

Sejak perang Irak,  kondisi timur tengah terus dilanda perang saudara hingga saat ini. Itulah sebabnya, Islam Indonesia harus tampil ke depan untuk memimpin dunia. Islam Indonesia adalah contoh terbaik tentang bagaimana Islam dapat menjadi lokomotif bagi tumbuh kembangnya demokrasi dan kemajuan.

Ke depan, menurut Nur Syam,  harus ada lembaga pendidikan yang dapat menjawab tantangan zaman dan itu  justru dipertaruhkannya kepada Islam Indonesia. "Tidak ada lain yang harus diperbuat dalam waktu secepatnya adalah mendirikan pendidikan tinggi yang iconik dan memiliki jangkauan wawasan yang luas dan keislaman yang mendalam," jelasnya.

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015