Ini pengalaman pertama, jadi kalau kita eksekusi `pre funding`, kami pastikan kesiapan dukungan semua infrastrukturnya, termasuk aturan pelaksanaannya, agar bisa dieksekusi dengan baik,"
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Keuangan sedang mematangkan kajian terkait opsi penerbitan surat utang menjelang akhir 2015 (pre funding) yang akan dimanfaatkan untuk pembiayaan proyek pemerintah sejak awal 2016.

"Ini masih dalam kajian. Kemungkinan pre funding masih opsi, bisa dieksekusi atau tidak, karena kita lihat pasarnya juga," kata Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Loto Srinaita Ginting di Jakarta, Rabu.

Dalam UU APBN 2016, pemerintah diberikan kesempatan untuk menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) pada triwulan IV-2015, untuk menjamin ketersediaan anggaran di awal tahun anggaran 2016.

Penerbitan SBN tersebut dilaporkan pemerintah dalam APBN-P 2016 dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2016, sedangkan ketentuan penggunaan dan pelaporan dananya diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan.

Loto mengatakan kajian ini termasuk pertimbangan penerbitan surat utang tersebut dalam bentuk denominasi rupiah atau valas, karena ini pertama kalinya pemerintah mau menerbitkan surat utang untuk kebutuhan pendanaan awal tahun.

"Ini pengalaman pertama, jadi kalau kita eksekusi pre funding, kami pastikan kesiapan dukungan semua infrastrukturnya, termasuk aturan pelaksanaannya, agar bisa dieksekusi dengan baik," katanya.

Loto menjelaskan opsi pembiayaan lebih awal di triwulan IV ini juga dilakukan oleh beberapa negara lain yang ingin mencari peluang pendanaan dari instrumen surat utang, sebagai antisipasi minimnya pembiayaan untuk proyek pembangunan di awal tahun.

Sementara, terkait rencana pemerintah untuk menerbitkan obligasi berdenominasi Yuan (Dinsum Bonds), Loto memastikan hal itu juga sedang dalam kajian dan belum ada kepastian secara resmi.

"Kewajiban kita masih Euro, Yen dan Dolar AS, untuk Renmimbi hampir tidak ada kewajiban. Kami juga mendapat kabar marketnya memang tidak terlalu besar. Tenornya juga lebih pendek. Memang market yang besar (untuk penerbitan obligasi valas) itu Global Bonds," katanya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memastikan defisit anggaran telah ditetapkan sebesar 2,15 persen terhadap PDB di APBN 2016, karena pemerintah ingin menambah pembiayaan melalui utang untuk mempercepat program pembangunan.

Pembiayaan utang tersebut dibutuhkan karena pada awal tahun pemerintah belum memiliki dana untuk memulai proyek pembangunan yang sudah ditenderkan sejak tahun sebelumnya, karena penerimaan pajak baru efektif terkumpul pada Februari.

Padahal sesuai arahan Presiden, realisasi penyerapan belanja pemerintah untuk proyek pembangunan harus dimulai sejak Januari, agar konsumsi pemerintah bisa memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi triwulan I-2016.

"Kita ingin mendorong peran pemerintah sebagai sumber pertumbuhan. Cara mendorongnya dengan meningkatkan size belanja. Kalau penerimaan belum memadai, kita menambah defisit. Itu yang kita lakukan dengan strategi peningkatan SUN maupun pinjaman lainnya," kata Menkeu.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015