Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menyatakan sejumlah kendala penyerapan pinjaman luar negeri untuk pembangunan proyek infrastruktur sudah teratasi, berdasarkan pemantauan hingga triwulan ketiga 2015.

Diperkirakan hingga triwulan III, penyerapan pinjaman luar negeri mampu mencapai 50 persen dari target sebesar 3,41 miliar dolar AS pada 2015, setelah pada triwulan II, pinjaman yang terserap hanya 21,9 persen dari target, kata Direktur Perencanaan dan Pengembangan Pendanaan Pembangunan Bappenas Tuti Riyati di Jakarta, Rabu.

"Kita perkirakan akan jauh meningkat, karena jika triwulan I dan II itu banyak kendala karena ada restrukturisasi lembaga, dan juga penunjukkan pejabat yang belum selesai di Kementerian/Lembaga serta BUMN," katanya.

Kendala penyerapan yang berkurang itu, kata Tuti, juga tidak lepas dari beresnya masalah di beberapa Kementerian/Lembaga dan BUMN yang mengajukan pinjaman luar negeri dengan alokasi yang besar. Kementerian/Lembaga dan BUMN itu adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Pekerjaan Rakyat (Kemen PU-PR), PT. Perusahaan Listrik Negara dan PT. Pertamina.

Menurut data Bappenas, Kementerian PU-PR pada 2015 akan menarik pinjaman sebesar 878,3 juta dolar AS. Kemudian, akan terdapat juga pinjaman yang diteruspinjamkan ke PT. PLN dengan target sebesar 291 juta dolar AS dan Pertamina sebesar 55 juta dolar AS pada 2015 ini.

"Di jajaran Kementerian, selain PU-PR ada juga Kemenristek-Dikti yang sudah mengatasi kendalanya," katanya.

Kemenristek-Dikti, menurut data Bappenas, akan menarik pinjaman sebesar 206 juta dolar AS untuk 10 proyek pada 2015.

Menurut Tuti, Bappenas masih merampungkan laopran lengkap serapan pinjaman luar negeri hingga kuartal III. Laporan itu akan dipublikasikan pada November 2015 ini.

"Laporan lengkapnya belum bisa kita kasih tahu sekarang karena ada sejumlah K/L yang belum memberi laporan," ujarnya.

Secara terpisah, Deputi Pendanaan Pembangunan Bappenas Wismana Adi Suryabrata mengatakan, selain masalah adminsitrasi lembaga, kendala ketersediaan lahan juga kerap menjadi hambatan penyerapan pinjaman luar negeri. Karena ada masalah pembebasan lahan, kreditur kerap enggan mencairkan pinjaman. Alhasil proyek infrastruktur tersebut jadi tertunda karena kurangnya biaya.

Wismana mengharapkan persiapan proyek dan juga konsolidasi Kementerian/lembaga serta BUMN dapat ditingkatkan agar penyerapan pinjaman dapat maksimal. Optimalisasi pinjaman ini dibutuhkan untuk membantu percepatan pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia.

Pemerintah memperkirakan kebutuhan pembiayaan proyek-proyek infrastruktur periode 2015-2019 mencapai Rp5.519 triliun. Dari jumlah sebesar itu, pembiayaan dari investasi pemerintah dalam APBN memenuhi 40,41 persen. Dari APBN tersebut juga terdapat alokasi dari pinjaman luar negeri.

Sisa kebutuhan pembangunan infrastruktur sesuai rencana pemerintah akan dibiayai BUMN sebesar 19,3 persen, swasta 30,6 persen dan juga APBD sebesar 9,8 persen.

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015