Ini juga menjadi alat promosi yang efektif bagi calon wisman untuk menarik mereka datang ke Indonesia."
Jakarta (ANTARA News) - Banyak negara memanfaatkan mekanisme keimigrasian bebas visa kunjungan sementara (BVKS) sebagai instrumen untuk menjaring lebih banyak kunjungan wisatawan mancanegara ke wilayahnya.

Indonesia pun tidak ingin ketinggalan menikmati betapa efektifnya menjaring wisatawan mancanegara (wisman) melalui kebijakan BVKS.

Sejak pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden M. Jusuf Kalla (JK) dimulai setahun lalu, jumlah negara yang mendapatkan BVKS digenjot hingga kini mencapai 90 negara.

Angka itu didongkrak sebagai salah satu langkah untuk mengejar target jumlah kunjungan wisman hingga 20 juta mulai 2019.

Deputi Bidang Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kementerian Pariwisata (Kemenpar) I Gde Pitana mengatakan bahwa kebijakan BVKS ini sekarang sudah mendekati Malaysia yang membebaskan visa kepada wisatawan dari 164 negara dan Thailand yang membebaskan visa kepada wisman dari 56 negara.

"Pemerintah Indonesia memang bertekad akan mengejar terus ketertinggalan kemajuan sektor pariwisata, termasuk untuk mencapai jumlah kunjungan wisman mencapai 20 juta wisman mulai 2019," katanya.

Apalagi, kini pertumbuhan jumlah wisman dari 30 negara yang ditambahkan untuk memperoleh fasilitas BVKS jauh di atas pertumbuhan rata-rata. Misalnya, kunjungan wisman periode Juni hingga Juli 2015 senilai 4,27 persen dibandingkan periode Juni--Juli 2014.

Ia mengatakan bahwa BVKS menjadi salah satu instrumen yang terbukti efektif untuk mendongkrak kunjungan wisman ke Indonesia.

"Banyak negara tetangga yang sudah membuktikan bahwa BVKS ini efektif menjaring wisman. Ini juga menjadi alat promosi yang efektif bagi calon wisman untuk menarik mereka datang ke Indonesia," kata Pitana.

Sektor unggulan


Bebas visa kunjungan sementara memang menjadi salah satu alat bagi pemerintah Jokowi-JK untuk mendorong pertumbuhan sektor pariwisata. Apalagi, sektor tersebut telah didaulat menjadi sektor unggulan.

Konsekuensi yang timbul kemudian berbagai kemudahan pun melekat pada sektor pariwisata.

BVKS menjadi salah satu dari tiga insentif bagi sektor pariwisata yang diterbitkan Pemerintah Indonesia untuk mendukung makin berkembangkan sektor tersebut.

Insentif itu meliputi tambahan fasilitas bebas visa kunjungan singkat (BVKS) bagi 45 negara bersama dengan dua peraturan baru tentang yacht (perahu pesiar) dan cruise (kapal pesiar) dalam upaya mendorong peningkatan jumlah kunjungan wisman.

Menteri Pariwisata Arief Yahya juga optimistis tiga kebijakan itu bisa menaikkan nilai jual Indonesia di peta pariwisata dunia.

Kebijakan BVKS tahap kedua ini langkah strategis meningkatkan jumlah kunjungan wisman secara signifikan setelah BVKS tahap pertama terbukti sukses meningkatkan kunjungan wisman 30 negara selama periode 10 Juni hingga 9 Agustus 2015 sebesar 592.748 wisman atau meningkat 15 persen dibanding periode yang sama pada tahun 2014 sebanyak 514.171 wisman.

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2015 terbit pada tanggal 23 September 2015 tentang Fasilitas Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS) bagi 45 negara. Dengan tambahan tersebut, saat ini negara yang bebas visa masuk ke Indonesia menjadi 90 negara.

Regulasi ini bersamaan terbit dengan dua peraturan baru soal yacht dan cruise.

Selain itu, dengan tambahan 45 negara, sekarang ada 90 negara yang warga negaranya bisa masuk Indonesia tanpa visa, yaitu Thailand, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Chili, Maroko, Peru, Vietnam, Ekuador, Kamboja, Laos, Myanmar, Hongkong SAR, Macao SAR, Afrika Selatan, Aljazair, Amerika Serikat, Angola, Argentina, Austria, Azerbaijan, Bahrain, Belanda, Belarusia, Belgia, Bulgaria dan Republik Ceko.

Kemudian, Denmark, Dominika, Estonia, Jepang, Jerman, Kanada, Kazakhstan, Kirgistan, Kroasia, Korea Selatan, Kuwait, Latvia, Lebanon, Liechsteinstein, Lithuania, Luxemburg, Maladewa, Malta, Meksiko, Qatar, Republik Rakyat Tiongkok, Rumania, Rusia, San Marino, Saudi Arabia, Selandia Baru, Seychelles, Siprus, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Suriname, Suriah, Swiss dan Taiwan.

Selanjutnya, Fiji, Finlandia, Ghana, Hongaria, India, Inggris, Irlandia, Islandia, Italia, Mesir, Monako, Norwegia, Oman, Panama, Papua Nugini, Perancis, Polandia, Portugal, Tanzania, Timor Leste, Tunisia, Turki, Uni Emirat Arab, Vatikan, Venezuela, Yordania dan Yunani.

Pemerintah juga memudahkan wisman yang ingin keluar masuk Indonesia dengan memperbanyak jumlah tempat pemeriksaan imigrasi (TPI) masuk di lima bandara dan sembilan pelabuhan dan TPI keluar di 19 bandara dan 29 pelabuhan laut serta dua TPI darat.

Sejak penerapan kebijakan tersebut jumlah kunjungan wisman 30 negara BVKS ke Kepulauan Riau naik tajam. Pada minggu pertama September ada 2.184 wisman ke Kepri dan pada minggu kedua naik 240 persen menjadi 7.429 wisman.

Promosi efektif

Pelaku industri pariwisata yang banyak menggarap pasar luar negeri CEO Trendz Tours Edwin Ismedi Himna mengatakan bahwa bebas visa kunjungan menjadi alat promosi yang efektif untuk menarik hati calon wisatawan.

Menurut dia, sebagian besar calon wisatawan selama ini mempertimbangkan mudah tidaknya pengurusan dokumen sebelum bepergian.

"Semakin praktis semakin menarik karena mereka cenderung suka sesuatu yang mudah dan tidak ribet ketika ingin berlibur," katanya.

Mantan Ketua Asosiasi Agen Perjalanan dan Pariwisata Indonesia (Association of the Indonesian Tours & Travel Agencies/ASITA) Chapter DIY itu menilai, BVKS yang baru saja diberlakukan beberapa bulan lalu itu belum terlampau menampakkan hasil di lapangan.

"Baru diberlakukan belum tampak signifikan, saya pikir beberapa negara tambahan juga bukan pasar yang potensial," katanya.

Menurut dia, hal terpenting, yakni pelaksanaan di lapangan yang harus mendapatkan pengawasan ketat.

Hal itu penting agar kemudahan yang diberikan kepada wisatawan itu benar-benar riil dan tidak mendapatkan hambatan dalam pelaksanaan di lapangan.

"Yang penting pelaksanaannya seperti apa? Jangan cuma di atas kertas. Kami juga berharap ketika sudah ada kemudahan jangan kemudian di level pelaksana justru dipersulit. Jadi, ini perlu pengawasan yang ketat," katanya.

Pengawasan, menurut dia, juga diperlukan agar tidak terjadi penyalahgunaan dalam implementasi BVKS.

Ia menyadari potensi kebocoran dari sisi keamanan dalam pemberlakukan kebijakan itu.

Oleh karena itu, ia pun berharap jangan sampai insentif pariwisata justru mendatangkan dampak negatif bagi sektor yang lain, khususnya ancaman keamanan bagi NKRI.

"Kita ingin pariwisata yang maju dan menyejahterakan," demikian Edwin.

Oleh Hanni Sofia Soepardi
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2015