Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak delapan pengedar senjata api (senpi) ilegal ditangkap Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) dalam operasi pemeriksaan peredaran alat pertahanan diri tersebut.

"Direktorat Reskrimum Polda Metro telah mengamankan delapan orang pada operasi yang dilakukan selama seminggu di sejumlah tempat berbeda," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti di Mapolda, Jakarta, Minggu.

Delapan orang tersebut, yakni KS (42), WH (30), HRA (32), KMR (29), MS (30), AS (37), KV (36), dan HW kemudian ditetapkan sebagai tersangka karena terbukti melakukan jual beli senjata api tanpa izin sah, katanya.

Kombes Krishna menuturkan patroli yang dipimpin AKBP Herry Heryawan serta mencakup sejumlah wilayah di DKI Jakarta ini, dilakukan terkait semakin maraknya kejahatan di ibu kota yang menggunakan senapan maupun senjata jenis "air gun" sebagai alat untuk mengancam korban dalam tindak kekerasan.

Kepemilikan senjata yang tidak digunakan secara tepat sasaran dinilai kepolisian menjadi ancaman bagi keamanan masyarakat.

Oleh karena itu, Polda Metro Jaya kemudian melaksanakan razia besar-besaran terhadap penyalah guna senpi, mencakup pemilik, pengguna, dan pengedar, tambahnya.

Bahkan, menurut Krishna, ketika penindakan sedang berlangsung, seorang pelaku pengedar senjata api tewas ditembak anggota penyidik karena telah melakukan perlawanan yang mengancam petugas kepolisian.

"Manakala kami melumpuhkan pelaku tanpa pandang bulu, itu dengan tujuan agar keamanan masyarakat lain menjadi lebih terjamin, sehingga tindakan tegas akan kami ambil ketika pelaku mengancam pihak lain," tambahnya.

Dalam operasi aAir gun" dan 12 senpi berbagai jenis dan merk, satu "pen gun", dua senjata laras panjang, 13 selongsong revolver.

Selanjutnya, ada juga lima butir peluru tajam, lima butir peluru kecil, dua buah tabung gas "Air Gun", dan 88 tabung gas CO2.

Delapan tersangka ini, kemudian disangkakan Pasal 1 Ayat 1 UUD Darurat Nomor 12 Tahun 1959 tentang Senjata Api dengan hukuman maksimal berupa hukuman mati atau penjara seumur hidup.

Pewarta: Agita Tarigan
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015