Jakarta (ANTARA News) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan meminta jaksa menghadirkan terpidana Abu Bakar Baasyir sebagai pemohon peninjauan kembali ke persidangan lanjutan pada 1 Desember.

"Majelis memerintahkan pihak termohon untuk menghadirkan pihak pemohon Abu Bakar Baasyir," kata Ketua Majelis Hakim Ahmad Rivai saat sidang perdana peninjauan kembali perkara Abu Bakar Baasyir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa.

Persidangan peninjauan kembali putusan perkara Baasyir ditunda karena pemohon tidak dapat hadir sehingga syarat formil yang wajib dipenuhi dalam sidang peninjauan kembali dan jaksa belum menerima surat kuasa dari penasihat hukum Baasyir.

Menanggapi permintaan untuk mendatangkan pemohon yang saat ini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, tim jaksa selaku pengeksekusi perkara menyatakan siap mendatangkan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir.

"Untuk perintah menghadirkan terpidana, kami siap menerima," kata Jaksa Mayasari.

Namun dia mengaku memerlukan waktu untuk dapat menghadirkan pendiri Pondok Pesantren Jamaah Islamiyah itu ke sidang peninjauan kembali selanjutnya.

"Untuk menghadirkan Ustadz Abu Bakar Baasyir yang ada di Nusakambangan pada persidangan berikutnya tentu butuh waktu karena jarak yang jauh tentu perlu butuh waktu cukup," ujarnya.

Abu Bakar Baasyir belum dapat menghadiri sidang Peninjauan Kembali karena belum ada kejelasan dari lembaga pemasyarakatan.

Kuasa hukum Abu Bakar Baasyir, Achmad Michdan, mengatakan pemohon tidak memungkinkan menghadiri sidang karena sakit.

Selain itu, menurut dia, izin dari lembaga pemasyarakatan belum keluar dan kepergian Baasyir membutuhkan pengamanan yang rumit.

Abu Bakar Baasyir mengajukan peninjauan kembali putusan Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman penjara selama 15 tahun kepada dia dengan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sebagai termohon.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis hukuman 15 tahun penjara kepada Baasyir. Dia kemudian mengajukan banding dan Pengadilan Tinggi Jakarta memutuskan mengurangi hukuman menjadi sembilan tahun penjara.

Namun Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta itu pada Oktober 2011.

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015