Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Penuntut Umum KPK menilai sikap OC Kaligis tidak jujur dan berbelit-belit selaku terdakwa dalam perkara dugaan tindak pidana pemberian suap kepada hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.

"Sangat disayangkan, tingginya gelar akademik sebagai doktor dan tingginya jabatan akademik sebagai profesor tidak paralel dengan kejujuran yang seharusnya dijunjung tinggi, dan bahkan cenderung berbelit-belit," kata ketua JPU KPK Yudi Kristiana saat membacakan tuntutan pidana kepada OC Kaligis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Dalam perkara ini, OC Kaligis dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf a UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Yudi yang juga doktor ilmu hukum dari Universitas Diponegoro itu menilai bahwa OC Kaligis malah mencederai profesi sebagai advokat karena memberikan uang kepada hakim.

"Terdakwa berprofesi advokat dan advokat adalah profesi mulia atau officium nobile, namun di persidangan terang benderang terungkap perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Moch Yagari Bhastara Guntur alias Gary, Gatot Pujo Nugroho, Evy Susanti yang menjalani berkas perkara hukum secara terpisah, terbukti memberikan uang kepada Tripeni Irianto Putro selaku ketua majelis hakim sebesar 5 ribu dolar Singapura dan 15 ribu dolar AS, Dermawan Ginting dan Amir Fauzi selaku anggota majelis hakim yaitu masing-masing 5 ribu dolar AS serta Syamsir Yusfan selaku Panitera PTUN Medan sebesar 2 ribu dolar AS," ungkap Yudi.

Tujuan pemberian itu adalah untuk memengaruhi putusan atas permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sesuai UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan atas penyelidikan korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang ditangani oleh Tripeni Irianto Putro, Dermawan Ginting, Amir Fauzi sebagai majelis hakim PTUN Medan agar sesuai dengan permohonan.

"Terdakwa mencederai keluhuran profesi advokat sebagai officium nobile," tambah Yudi.

Atas tuntutan tersebut, OC Kaligis langsung menyatakan keberatannya.

"Tidak heran tuntutan seberat ini karena sebelum didakwa jaksa Yudi sudah mengatakan hukuman OC akan sangat berat. Ini memang tuntutan tinggi tapi mudah-mudahan panitera mencatat bahwa Tripeni mengatakan bahwa saya tidak pernah memberikan uang untuk mempengaruhi putusan, bagaimana mungkin Si Gary melihat saya memberikan, karena dia keluar. Itu dipalsukan?" kata OC Kaligis sengit.

Menurut Kaligis, ia tidak pernah memberikan uang yang dimaksud untuk uang mudik maupun uang THR.

"Semoga kalau benar-benar dijatuhi hukuman 10 tahun, saya sudah berusia 85 tahun. Mungkin pada usia 80 tahun saya sudah dipanggil. Tripeni tidak pernah mengatakan saya memberikan uang mudik, uang THR. Saya sama sekali tidak tahu yang mulia, bukan berarti saya takut dihukum, tapi putusan saya tidak dikabulkan yang mulia, karena saya tidak pernah memengaruhi putusan. Terima kasih atas tuntutan yang penuh kedengkian ini," tambah Kaligis.

Sidang dilanjutkan pada 25 November dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi).

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015