Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian menyiapkan sejumlah insentif untuk menciptakan industri petrokimia terintegrasi mulai dari hulu sampai hilir sebagai upaya memberikan nilai tambah perekonomian.

"Selama ini kapasitas produksi industri petrokimia di Indonesia masih belum maksimal karena bahan baku nafta senilai 300 juta dollar AS sepenuhnya masih impor," kata Menteri Perindustrian Saleh Husin dalam sambutan yang dibacakan Sekjen Kemenperin Syarif Hidayat di Jakarta, Rabu.

Saleh menginginkan agar industri hulu petrokimia harus terus diperkuat untuk memasok industri hilir serta memberikan nilai tambah sesuai harapan.

Produk hulu petrokimia yang dikembangkan di Indonesia saat ini baru polietilena, polipropilena, stirena monomer, dan butadiena, padahal masih ada 14 turunannya lagi yang masih dapat dikembangkan.

Untuk memacu pertumbuhan industri petrokimia nasional dibutuhkan dukungan dari berbagai sumber, salah satunya adalah jaminan pasokan gas bumi baik sebagai bahan baku maupun sumber energi.

"Saat ini dengan ditemukannya gas bumi bumi di lapangan Abadi di Masela, Maluku Selatan dimana cadangan terukur mencapai 10 Tcf dan rencana produksi mencapai 7,5 juta ton per tahun, diharapkan industri petrokimia nasional dapat memanfaatkannya secara optimal," ujar Saleh.

Pada kesempatan berbeda Vice Presiden for Corporate Relations PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, Suhat Miyarso mengatakan rencana Pertamina membangun empat sampai delapan kilang tahun 2016 untuk petrokimia akan sangat membantu dalam mewujudkan industri hulu yang terintegrasi.

Volume kebutuhan bahan baku Naphtha CAP sendiri mencapai 40 persen dari nasional, kebutuhan tahun 2015 mengalami kenaikan dari 1,7 juta ton menjadi 2,5 juta ton seiring dengan turunnya harga minyak dunia, serta diperkirakan tahun 2016 harga masih akan stabil, jelas Suhat.

Perusahaan, jelas Suhat berencana untuk melakukan investasi berupa peningkatan industri hulu senilai 380 juta dolar AS, serta akan membangun proyek baru styrene monomer yang ditargetkan rampung 2018 sampai 2019.

Terkait upaya pemerintah memberikan insentif, Suhat mengatakan, supaya menarik sebaiknya keringanan pajak (tax holiday) diberikan 8 tahun mengingat tipikal industri kimia yang padat modal tetapi pengembalian investasinya lambat.

Menurut dia kebijakan pemerintah memberikan keringanan selama lima tahun dianggap kurang menarik, karena selama tiga tahun investasi di industri ini masih minus, jadi kalau itu direalisasikan, industri hanya merasakan manfaatnya selama dua tahun saja.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015