PBB, New York (ANTARA News) - Organisasi PBB untuk pendanaan anak-anak (UNICEF) pada Rabu (18/11) mengatakan sangat prihatin dengan dampak pada anak-anak akibat kekerasan dan kemiskinan yang meningkat di Burundi.

Sejak krisis meletus pada April, pelanggaran hak anak telah berlipat; anak-anak terjebak dalam serangan dan bentrokan rusuh, sekolah dihantam ledakan granat, dan lebih dari 100 anak ditahan secara sewenang-wenang kadang-kala untuk waktu lama bersama tahanan dewasa.

"Anak-anak tak boleh dibiarkan menjadi pembayar krisis di Burundi," kata Direktor Regional UNICEF di Afrika Selatan dan Timur Leila Gharagozloo-Pakkala dalam satu siaran pers.

"Hukum Burundi menetapkan penghormatan jelas bagi hak anak, dan perlindungan anak dari kekerasan. Hukum semacam itu harus dihormati," kata Gharagosloo-Pakkala.

Selain itu, UNICEF melaporkan harga pangan di wilayah tersebut naik secara tajam sementara empat lebih dari lima orang Burundi sudah hidup dengan penghasilan kurang dari 1,25 dolar AS per hari. Kondisi itu membuat banyak keluarga kesulitan untuk secara layak memberi makan anak-anak mereka.

Menurut Dana Moneter Internasional (IMF), ekonomi Burundi diperkirakan menyusut sebesar 7,2 persen tahun ini.

UNICEF juga menyampaikan keprihatinan mengenai kekurangan obat penting buat anak-anak dan ibu, demikian laporan Xinhua, Kamis pagi. Ia menambahkan, penting adanya investasi berkelanjutan pada anak-anak, mulai dari perlindungan sampai perawatan kesehatan pada saat ini.

"Ada perkara kuat untuk diberi dukungan saat ini, masa yang lebih sulit dibandingkan sebelumnya," kata Gharagozloo-Pakkala.

Menurut perkiraan UNICEF, lebih dari 200.000 orang dari Burundi telah menyelamatkan diri ke negara tetangganya, Tanzania, Rwanda, Uganda dan Republik Demokratik Kongo --termasuk 6.000 anak yang terpisah dari orang tua mereka dan tanpa pendamping.

(Uu.C003)

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015