... Obrolan kami selalu soal tangkapan atau cuaca, harga ikan dan reparasi kapal. Orang kecil kayak kami enggak paham apa-apa soal teror dan negara...
Jakarta (ANTARA News) - Pemberitaan mengenai Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS/ISIS) dan paham radikalnya yang marak di media cetak dan elektronik ternyata tidak terlalu dipusingkan warga kampung nelayan di Jakarta Utara.

"Saya enggak tahu, enggak mikirin masalah negara apalagi teroris. Saya cuma nelayan, mikirin solar dan tangkapan ikan harian," kata Dali, yang sedang membersihkan perahu kayunya, ketika ditemui di kampung nelayan Cilincing, Jakarta Utara, Kamis.

Dali yang sudah 20 tahun justru mengkritik pemerintah yang kerap mengesampingkan nasib para pencari ikan dan lebih memikirkan isu teror.

"Yang dibahas kok teror? Katanya negara maritim, tapi ini kesejahteraan nelayan masih begini saja. Sekali-kali pikirin dong tangkapan kami atau ekonomi kami, jangan mikirin teroris," kata Dali.

Warga lainnya, Mansyur, mengatakan tidak pernah mencari informasi mengenai paham radikal melalui media sosial maupun cetak maupun elektronik.

"Saya punya HP (telepon selular) yang enggak bisa internet. Boro-boro punya Facebook kayak orang-orang sekarang, untuk beli pulsa aja pikir dulu, kebutuhan lain banyak yang enggak terpenuhi," kata Mansyur, di warung kopi dekat sandaran kapal nelayan itu.

Mansyur yang mengaku jarang menonton televisi pun mengatakan bahwa mayoritas masyarakat nelayan tidak pernah membicarakan masalah teroris.

"Obrolan kami selalu soal tangkapan atau cuaca, harga ikan dan reparasi kapal. Orang kecil kayak kami enggak paham apa-apa soal teror dan negara," keluhnya.

Mansyur pun akan menolak untuk meninggalkan keluarganya jika tawari oknum tertentu untuk ke luar negeri dengan paham dan ajakan khusus kendati diimingi bayaran tinggi.

"Ogah kerja jauh-jauh, di sana juga cuma jadi pembantu atau ikutan perang untuk negara lain, ujung-ujungnya malah disiksa. Di sini saja bersama anak-anak," cetusnya.

Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015