Di sinilah masalah sangat kompleks, tidak ada UU yang melindungi kepastian nasabah"
Jakarta (ANTARA News) - Perangkat undang-undang soal perlindungan nasabah perbankan harus disempurnakan, kata anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno.

"Seperti di KUHAP dan KUHP belum secara detail membahas perlindungan konsumen dan nasabah," kata Hendrawan di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, saat ini tidak ada satu pun lembaga yang mampu melindungi konsumen dan nasabah perbankan. Akibatnya, hak-hak nasabah bank terabaikan dan tak memiliki kepastian hukum.

Oleh karena itu, sejumlah kasus terkait dengan perlindungan nasabah pun dikhawatirkan tidak akan pernah tuntas.

Hendrawan mencontohkan kasus kerugian para nasabah yang menanamkan dana reksadana PT Antaboga Delta Sekuritas di Bank Mutiara dan kasus deposito PT Elnusa senilai Rp111 miliar di Bank Mega. Karena panjangnya proses hukum, kasus ini berlarut-larut.

Padahal, kata dia, seharusnya sudah harus dibayarkan kerugiannya. Akan tetapi, karena alasan masih dalam ranah hukum, tidak juga dibayarkan.

Dalam kasus Antaboga, bahkan permohonan peninjauan kembali (PK) Bank Mutiara sudah ditolak Mahkamah Agung (MA). Akan tetapi, masih ada upaya lain dengan alasan UU Perseroan Terbatas.

"Di sinilah masalah sangat kompleks, tidak ada UU yang melindungi kepastian nasabah," kata Hendrawan.

Direktur Centre for Budget Analisys (CBA) Uchok Sky Khadafi berpendapat lain. Menurut dia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki kewenangan menyelidiki dan memutuskan kasus yang merugikan nasabah bank.

"Itu domain OJK. Kalau OJK lepas tanggung jawab ke mana konsumen dan nasabah meminta perlindungan? Kalau tidak bisa melindungi nasabah, lebih baik dibubarkan saja," tegas Uchok.

Dalam kasus hilangnya deposito senilai Rp111 miliar milik PT Elnusa di Bank Mega, menurut Uchok, jika Mahkamah Agung sudah mengeluarkan putusan kasasi, seharusnya OJK bisa menekan Bank Mega agar segera mengganti kerugian PT Elnusa.

"Dahulu kewenangan ini ada di Bank Indonesia (BI). Sekarang semuanya sudah diberikan OJK. Seharusnya ada keterikatan antara BI dan OJK karena memiliki kewenangan yang sama," kata dia.

Pewarta: Sigit Pinard
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015