Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menganggap anggota baru Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) telah menyebabkan kerja alat kelengkapan dewan itu tidak efisien dalam memproses dugaan pelanggaran etika Ketua DPR RI Setya Novanto.

"Kehadiran orang-orang baru di MKD membuat kerja MKD tidak efektif dan efisien," ujar Lucius Karus di Jakarta, Selasa.

Dia menyesalkan sejumlah anggota baru MKD mempertanyakan kembali "legal standing" atau keabsahan posisi Menteri ESDM Sudirman Said dalam melaporkan Setya Novanto ke MKD.

Baca : Surahman: anggota MKD tidak bisa rangkap keanggotaan

"Padahal itu (legal standing) sudah diputuskan minggu lalu. Dengan alasan sebagai orang baru di MKD mereka seolah-olah punya alasan untuk meragukan keputusan sebelumnya," ujar Lucius.

Dia menegaskan, anggota baru MKD bertugas melanjutkan proses yang telah dilalui anggota sebelumnya, bukan justru mengulangi.

"Nah yang begini kan yang membikin proses menjadi tidak efektif dan efisien," kata dia.

Dia mengatakan sebagian anggota MKD berusaha mengulur-ulur waktu sehingga persidangan kasus Setya Novanto tidak segera diselesaikan.

Baca : MKD tunda pembahasan kasus Novanto

Sejumlah fraksi mengganti anggotanya di MKD di mana anggota baru dari Fraksi Partai Golkar kembali mengungkit keabsahan posisi Menteri ESDM Sudirman Said sebagai pelapor dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden oleh Setya Novanto, sehingga sidang MKD menjadi tertunda.

Ketua DPR RI Setya Novanto dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said ke MKD atas dugaan melanggar kode etik dengan terlibat dalam proses renegosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport.

Baca :  Sudirman Said harap MKD dengar aspirasi publik

Novanto dituding mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden serta disebut-sebut meminta saham kepada Freepor. Kini MKD tengah berupaya menggelar persidangan atas dugaan pelanggaran etik itu, namun terkendala masalah "legal standing" pelaporan.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015