New York (ANTARA News) - Rusia melarang yayasan amal prodemokrasi yang didanai miliarder pengelola dan filantropis George Soros, karena dianggap sebagai ancaman baik terhadap keamanan negara maupun konstitusi Rusia.

Dalam pernyataan tertulisnya kemarin, Kejaksaan Agung Rusia menyatakan dua cabang jejaring yayasan Soros --Open Society Foundation dan Open Society Institute Assistance Foundation-- akan dimasukkan ke "daftar stop" dari LSM-LSM asing yang aktivitas-aktivitasnya tidak diinginkan negara Rusia.

"Ditemukan bukti bahwa aktivitas Open Society Foundation dan Open Society Institute Assistance Foundation menjadi ancaman bagi fondasi sistem konstitusi Federasi Rusia dan keamanan negara," tulis peryataan itu.

Rusia tak merinci bukti itu namun Soros yang kelahiran Hungaria itu belum lama tahun ini telah mendesak Barat membantu Ukraina, dengan menyebutkan paket pendanaan senilai 50 miliar dolar AS yang dianggapnya sebagai penangkal bagi semakin agresifnya Rusia.

Open Society Foundation mengaku cemas atas keputusan Rusia itu.

"Bertentangan dengan tuduhan kejaksaan Rusia, Open Society Foundation justru selama lebih dari satu abad ini telah turut membantu memperkuat ketentuan hukum di Rusia dan melindungi hak semua manusia," kata Open Society.

"Pada masa lalu, upaya-upaya kami telah disambut baik oleh para pejabat dan rakyat Rusia, dan kami kecewa perubahan itu mengantarkan pemerintah menolak dukungan kami untuk masyarakat madani Rusia dan mengabaikan aspirasi rakyat Rusia," kata Rusia.

Sementara itu, Soros berkata, Kami yakin bahwa langkah ini adalah penyimpangan sesaat; aspirasi rakyat Rusia untuk masa depan yang lebih baik tidak bisa ditindas dan akhirnya akan menang."

Soros mendirikan Open Society Foundation pada 1979 ketika lembaga lindung nilanya mencapai 100 juta dolar AS dan kekayaan pribadinya melonjak sampai sekitar 25 juta dolar AS.

Yayasan ini memulai aktivitas filantropisnya dengan memberikan beasiswa kepada warga kulit hitam Afrika Selatan pada era apartheid.

Soros (85) kini mendanai jejaring yayasan yang membeli HAM, kebebasan berekspresi dan akses ke kesehatan publik serta pendidikan di 70 negara di seluruh dunia, demikian Reuters.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015