Paris (ANTARA News) - Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak mengkampanyekan konsep "Kaltim Hijau" yakni pembangunan berwawasan lingkungan dalam diskusi panel dalam rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) PBB tentang Perubahan Iklim atau UNFCCC/COP ke-21 di Paris, Prancis.

Awang mengatakan bahwa konsep "Kaltim Hijau" telah dituangkan dalam berbagai kebijakan dan pengembangan pembangunan dengan tujuan meningkatkan perekonomian daerah itu, namun tetap berkomitmen menurunkan emisi sebesar 19 persen dengan usaha sendiri pada 2020.

Penurunan emisi hingga 19 persen tersebut menurut Gubernur salah satunya dengan melindungi kawasan hutan dari ancaman eksploitasi dan alih fungsi.

"Komitmen menjaga hutan sudah kami implementasikan dengan berbagai program salah satunya moratorium alih fungsi hutan melalui Peraturan Gubernur," kata Awang dalam seminar bertajuk "Green Development in Indonesia" yang difasilitasi "The Nature Conservancy" di paviliun Indonesia di Le Bourget, Kamis, waktu setempat.

Menurut Gubernur, Provinsi Kalimantan Timur merupakan daerah penghasil emisi tertinggi ketiga di Indonesia yang diakibatkan praktek pengelolaan sumber daya alam yang tidak ramah lingkungan.

Sebagian besar emisi tersebut berasal dari kerusakan dan alih fungsi hutan serta kekeringan yang melanda ekosistem gambut.

Selain program moratorium kawasan hutan untuk perkebunan dan pertambangan, pemerintah daerah juga menggalakkan program "one people five tree" yang sudah berhasil menanam lebih dari 190 juta pohon.

Pemerintah daerah juga mengkonversi seluas 38.000 hektare kawasan menjadi hutan lindung di kawasan Wehea.

Ditambahkannya bahwa hutan Kaltim merupakan bagian dari Jantung Borneo (Heart of Borneo-HoB). Penetapan kawasan HoB sebagai Kawasan Strategis Nasional dengan nama Kawasan Perbatasan Darat RI dan Jantung Kalimantan telah ditetapkan dalam PP 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dengan luas wilayah 22.085.570 hektare, meliputi wilayah Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam dan luas wilayah di Kaltim di dalamnya mencapai 8.894.650 hektare.

"Kami juga menjadikan satu kawasan yakni di Berau sebagai percontohan proyek REDD," katanya.

Untuk kebutuhan energi, pemerintah daerah mengharapkan investasi swasta yang berniat mengembangkan energi terbarukan.

Potensi energi terbarukan di Kaltim menurut dia sangat melimpah, antara lain potensi pembangkit biofuel, energi panas matahari, energi angin, air dan lainnya.

"Kami mengundang para investor untuk berinvestasi di bidang energi terbarukan untuk mendukung daerah kami mengembangkan pertumbuhan ekonomi yang ramah lingkungan," katanya menerangkan.

Meski demikian, menurut dia terdapat sejumlah kelemahan dalam program ini antara lain di tingkat pemerintah daerah dan anggota legislatif yang belum memahami konsep "Kaltim Hijau" tersebut.

Selain itu, komitmen para pihak untuk mendukung konsep tersebut juga masih lemah sehingga membutuhkan waktu dan sumber daya untuk mewujudkan kolaborasi yang baik dengan semua pihak.

Sementara Koordinator Lapangan The Nature Conservancy Program Karbon Hutan Berau, Saipul Rahman mengatakan bahwa program REDD di Provinsi Kaltim, tepatnya di Kabupaten Berau dilatarbelakangi oleh komitmen pemerintah Indonesia menurunkan emisi gas rumah kaca yang diumumkan Presiden Indonesia masa bakti 2009-2014, Susilo Bambang Yudhoyono saat KTT G-20 di Pittsburgh Amerika Serikat pada 2007.

"Kami mendukung Kalimantan Timur untuk mewujudkan komitmen sebagai provinsi hijau dengan pengelolaan hutan di Berau," katanya.

Program karbon hutan di Berau kata dia, dilakukan dengan perbaikan tata kelola hutan produksi seluas 650 ribu hektare yang berpotensi mengurangi emisi sebesar 3 juta ton CO2 dan perbaikan tata kelola hutan lindung seluas 100 ribu hektare yang berpotensi mengurangi emisi sebesar 2 juta ton CO2 selama lima tahun.

Pewarta: Helti Marini Sipayung
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015