Palangkaraya (ANTARA News) - Greenpeace Indonesia mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera membuat aturan lewat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk melindungi lahan gambut.

"Di Paris Presiden mengatakan akan ada aturan untuk melindungi gambut. Kami ingin peraturan itu bentuknya lebih kuat," kata Manajer Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Kiki Taufik kepada ANTARA News, Kamis.

"Kalau Perpres akan berakhir kalau jabatan Presidennya berakhir, kami mendukung dibuat undang-undamg tetapi karena buatnya memakan waktu lebih lama, maka Perpu lebih realistis," jelasnya.

Menurut Kiki, Presiden Jokowi dalam pidatonya di COP 20, Paris, menyampaikan komitmen untuk menghentikan kebakaran hutan dan lahan gambut yang terus berulang setiap tahun, dan menjadikan Indonesia sebagai negara pelepas emisi karbon terbanyak dalam beberapa bulan terakhir ini. Namun Greenpeace menilai Presiden Jokowi dapat berisiko gagal memenuhi janji tersebut apabila tidak ada perlindungan hutan dan lahan gambut yang permanen.

"Proteksi hutan dan lahan gambut seara menyeluruh tanpa melihat kedalaman. Seluruh wilayah gambut tidak boleh digunakan untuk perkebunan. Maka lebih bagus komitmen Jokowi ditindaklanjuti aturan yang kuat," tutur Kiki. Ia menambahkan aturan tersebut termasuk sanksi tegas bagi siapa saja yang melanggar undang-undang tersebut. Selain itu, lanjutnya, juga diperlukan adanya transparansi menyeluruh terkait penguasaan lahan, hutan, dan lahan gambut.

Greenpeace membentangkan spanduk sebesar 20x30 meter yang bertuliskan "Pulihkan Gambut Cegah Kebakaran" dan "Forest Protection Now" di Desa Paduran, Kecamatan Sebangau Kuala, Kabupaten Pulang Pisau, yang berlokasi di sebelah timur Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah.

Di taman nasional tersebut, kanal sekunder selebar lebih dari 10 meter membelah hamparan kaya karbon hutan gambut Taman Nasional Sebangau menjadi dua bagian. Sejak kanal itu dibangun pada 1996, proses pengeringan dan pengrusakan gambut berlangsung di kawasan tersebut yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan.

Sejak 27 November 2015, Greenpeace bersama CIMTROP Universitas Palangkaraya, Save Our Borneo dan masyarakat membendung kanal tersebut agar kawasan itu bisa tetap basah dan tidak mudah terbakar pada musim kemarau.

"Semoga kegiatan ini memberi inspirasi untuk segara dilakukan gerakan melindungi lahan gambut karena hal ini harus dilakukan bersama-sama baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, LSM, mahasiswa, masyarakat," jelas Kepala Greenpeace Indonesia Longgena Ginting.

Penghancuran hutan dan lahan gambut di Indonesia adalah sumber emisi terbesar. Indonesia telah kehilangan 31 juta hektar hutan hujan sejak 1990, atau hampir setara dengan luas negara Jerman. Saat ini Indonesia merupakan negara dengan tingkat deforestasi tertinggi, terkait dengan perannya sebagai pemasok minyak sawit terbesar di dunia.

Meskipun pada 2011 Indonesia telah menghentikan pemberian izin baru bagi pembukaan konsesi di hutan primer dan lahan gambut (moratorium hutan dan lahan gambut), akan tetapi tingkat kerusakan hutan dalam skala nasional justru meningkat.

Pewarta: Monalisa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015