Jakarta (ANTARA News) - Ikatan Dokter Indonesia menyoal keputusan Mahkamah Konstitusi yang menguatkan regulasi Dokter Layanan Primer dan beranggapan pasal-pasal di dalamnya melanggar akses pelayanan dokter umum atas pelayanan kesehatan masyarakat.

"Bahwasanya Muktamar IDI Ke-29 yang dihadiri oleh perwakilan dokter seluruh Indonesia secara mufakat menolak konsep pendidikan Dokter Layanan Primer (DLP)," kata Ketua Umum PB IDI, Ilham Marsis, di Jakarta, Kamis.

Kendati demikian, IDI menghormati putusan Mahkamah Konstitusi sebagai proses hukum yang konstitusional.

"Hanya saja DLP akan memberatkan calon dokter dan merendahkan serta meragukan kompetensi dokter yang saat ini melayani masyarakat di layanan primer, padahal mereka telah melalui proses uji kompetensi untuk proses sertifikasi dan masa internsip dokter yang juga diatur dalam UU Pendidikan Kedokteran," kata dia.

PB IDI, lanjut dia, juga memahami tanggung jawab pemerintah dalam menjalankan amanah UU Pendidikan Kedokteran. 

Tetapi PB IDI menyakini pemerintah, terutama Kementerian Kesehatan dan Kementerian Riset, Teknologi dan pendidikan tinggi Indonesia, akan mempertimbangkan keputusan Muktamar ke-29 IDI demi keselamatan bersama.

Pasal-pasal dalam UU 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran, kata Ilham, bermasalah. Sebab, hanya dokter yang berstatus DLP yang berhak berpraktik di masyarakat. Dokter juga wajib mengikuti pendidikan uji kompetensi lagi dengan biaya mahal.

IDI sendiri dalam waktu dekat akan menggalang kesatuan sikap terlebih dahulu untuk melanjutkannya menuju langkah-langkah penting menyoal DLP ini. 

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015