Jakarta (ANTARA News) - Ratusan tenaga kerja Indonesia di Taiwan menggelar aksi damai bersama pekerja asing dari Thailand, Vietnam, Filipina, dan Myanmar untuk menuntut persamaan hak.

Aksi yang digelar di Taipei, Minggu, dimulai dari Ketagalan Boulevard depan Istana Kepresidenan. Para pengunjuk rasa berjalan kaki melalui Taipei Main Station dan berakhir di markas tim kampanye Calon Presiden Taiwan dari Partai Progresif Demokratik (DPP) Tsai Ing-wen.

"Kami berhasil ditemui calon presiden," kata Mawardi, TKI asal Nusa Tenggara Barat, yang ikut dalam aksi tersebut saat dihubungi Antara dari Jakarta.

Beberapa elemen TKI yang ikut mendukung aksi damai itu adalah IPIT, ATKI, Cikal, dan Konser Amal. Mereka bergabung dengan pekerja migran lainnya dari empat negara di Asia Tenggara itu.

Dalam aksi tersebut, para pengunjuk rasa menyampaikan beberapa tuntutan, di antaranya mendesak pemerintah Taiwan memasukkan pekerja rumah tangga dalam UU Tenaga Kerja.

Selain itu, mereka meminta ditetapkannya hari libur wajib untuk para buruh migran yang bekerja di sektor informal sebagai pembantu rumah tangga atau perawat orang tua jompo.

Mereka juga meminta pemerintah Taiwan mempermudah proses pindah kerja karena selama ini sering terjadi sengketa antara majikan dengan buruh migran yang tidak dapat diselesaikan.

Arogansi pihak majikan selalu membuat TKI menjadi korban dan akhirnya banyak TKI kabur karena sulitnya proses ganti majikan. Sampai saat ini di Taiwan terdapat sekitar 20.000 TKI kabur dari majikan yang akhirnya bekerja secara ilegal.

Pengunjuk rasa mendesak adanya perbaikan sistem kerja dan pelayanan agensi di Taiwan yang sering melakukan pungutan liar terhadap para pekerja asing.

Terkait biaya akomodasi, seperti makan, rekening listrik, dan mes tidak lagi dibebankan kepada pekerja.

Begitu juga dengan masa kontrak kerja, mereka meminta diperpanjang hingga 12 tahun, terutama untuk majikan yang merasa puas akan kinerja pekerja asing.

Sementara itu, TKI yang bekerja di sektor pelayaran dan perikanan meminta pemerintah Indonesia tidak mengeluarkan kebijakan yang melarang pengiriman pekerja di sektor tersebut ke Taiwan.

Para TKI juga mendorong pemerintah Indonesia mendesak pemerintah Taiwan tidak memungut biaya penempatan kerja yang sangat membebani bagi calon TKI.

Padahal menurut mereka, banyak calon TKI yang memiliki kompetensi. Bahkan tidak jarang majikan menginginkan mereka kembali lagi setelah masa kontrak telah habis. Namun karena tingginya biaya penempatan membuat mereka enggan kembali lagi bekerja di Taiwan.

Jumlah TKI di Taiwan hingga saat ini diperkirakan mencapai angka 236.000 orang atau terbesar dibandingkan dengan pekerja dari keempat negara tersebut.

Sekitar 65 persen TKI berjenis kelamin perempuan yang bekerja di sektor informal dengan gaji 17.000 dolar Taiwan (1 dolar Taiwan setara Rp400) per bulan, sedangkan gaji pekerja sektor formal 20.000 dolar Taiwan.

Tuntutan yang dirangkum dalam satu petisi itu kemudian oleh perwakilan buruh migran diserahkan kepada Capres Tsai.

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015