Hampir tiap tahun selalu saja ada yang menelantarkan jemaah umroh."
Jakarta (ANTRAA News) - Masyarakat tahunya menyalahkan Kementerian Agama (Kemenag) tatkala terjadi anggota jemaah umroh terlantar di Bandara Soekarno-Hatta, atau bandara-bandara lainnya, akibat penyelenggara umroh (travel) yang tidak bertanggung jawab.

Peristiwa penelantaran jemaah umroh oleh penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) atau travel ilegal sudah sering terjadi. Sayangnya, masih ada di sebagian masyarakat memiliki persepsi bahwa terlantarnya jemaah umroh disebabkan ketidakmampuan dari jajaran Kemenag dalam tata kelola penyelenggaraan ibadah umroh.

Padahal persoalan penelantaran jemaah umroh itu sudah masuk ranah hukum, karena ada unsur penipuan dan investasi perusahaan penyelenggara umroh ilegal. Artinya, dalam kasus itu tidak seluruhnya menjadi domain jajaran Ditjen Penyelenggara Haji dan Umroh (PHU) Kemenag.

Tatkala anggota jemaah umroh ditelantarkan oleh PPIU ilegal di luar negeri, seperti di Jeddah, Saudi Arabia, atau kota-kota lainnya, Pemerintah Indonesia selalu melalui Kedutaan Besar (Kedubes) atau pun Konsulat jenderal Republik Indonesia (KJRI) turun tangan.

Tatkala anggota jemaah haji terlantar di bandara dalam negeri, pihak berwajib dibuat kerepotan. Terutama polisi dan satuan pengaman bandara setempat turun tangan, mencari sebab-musababnya dan ikut membantu mencarikan solusi. Muaranya, biasanya, polisi membuat pernyataan bahwa PPIU bersangkutan manajemennya "acak-kadut" selain tak memiliki izin resmi.

"Jamaah sudah kumpul di Bandara, tapi dokumennya tidak lengkap: tak punya tiket pulang-pergi, visa belum ada. Pihak petugas travel tak nampak di tempat," ungkap anggota jemaah umroh yang tak mau disebut jati dirinya. Ia mengaku punya pengalaman pahit menunaikan umroh dengan PPIU ilegal.

"Kapok. Kapok," kata seorang anggota jemaah umroh yang tak mau disebut jati dirinya. Ia pun berulang-ulang menyatakan rasa kecewanya berulang-ulang.

Bukan hanya polisi ikut menangani anggota jemaah umroh terlantar di bandara, pihak imigrasi dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) turun mencari tahu dan mencari solusi.

Setelah diinvestigasi oleh pihak berwenang, ujung-ujungnya dapat disimpulkan bahwa lagi-lagi PPIU tersebut "bodong".

Tatkala terjadi peristiwa penelantaran anggota jemaah umroh, semua pemangku kepentingan ambil bagian menyelesaikan. Hal ini jika dilihat dari sudut kepedulian pemerintah adalah sesuatu yang menggembirakan. Artinya, di sini pemerintah hadir di tengah warga yang tengah mengalami kesulitan karena penanganan jemaah umroh terlantar bukan semata menjadi wilayah tanggung jawab Kemanag.


Meminimalisir Kasus

Untuk menyelesaikan kasus-kasus penelantaran, penipuan anggota jemaah umroh setiap tahun - yang hingga kini terus terulang - itu, Kemenag beberapa tahun lalu sudah membuat nota kesepahaman (MoU) dengan pihak kepolisian. Tujuannya, agar penelantaran jemaah umroh tidak terulang. Minimal dapat diminimalisir.

Guna meminimalisir kasus-kasus tersebut, sejatinya pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun penting untuk turun tangan. Sebab, bisa jadi kemungkinan perusahaan penyelenggara umroh ilegal itu melakukan investasi bodong.

Pemerintah perlu "mengendus" praktik investasi ilegal melalui biro perjalanan umroh. Terlebih, kasus penelantaran jemaah umroh terus berulang.

Demikian pula imigrasi harus hadir di barisan terdepan. Pasalnya, karena ketika penyelenggaraan umroh berada di tangan swasta, maka peran pemerintah tak bisa lepas. Apalagi hal itu menyangkut pemberian visa bagi seseorang, apakah untuk umroh atau perjalanan haji, yang dari sisi birokrasi melibatkan pemangku kepentingan di dalamnya. Yaitu, salah satunya imigrasi.

Pasal 45, pada UU Nomor 13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji sudah jelas menegaskan bahwa penyelenggara perjalanan Ibadah umrah wajib memenuhi pembimbing ibadah dan petugas kesehatan, memberangkatkan dan memulangkan jemaah sesuai dengan masa berlakuvisa umrah di Arab Saudi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

PPUI harus memberikan pelayanan kepada jemaah sesuai dengan perjanjian tertulis yang disepakati antara penyelenggara dan jemaah. Melapor kepada Perwakilan Republik Indonesia di Arab Saudi pada saat datang di Arab Saudi dan pada saat akan kembali ke Indonesia.

Pemerintah memiliki otoritas untuk mengenakan sanksi kepada PPIU sesuai dengan tingkat kesalahannya, yang berupa: peringatan; pembekuan izin penyelenggaraan; atau pencabutan izin penyelenggaraan.

Direktur Direktur Pembinaan Haji dan Umrah Muhajirin Yanis mengakui masih banyak umat Islam menunaikan ibadah umroh menggunakan asosiasi penyelenggara umroh ilegal.

Bagi yang menunaikan umroh menggunakan asosiasi ilegal sering menimbulkan masalah, bahkan pada penelantaran jamaah saat perjalanan, kata Muhajirin Yanis ketika memberi sambutan pada pembukaan Musyawarah Kerja II Asosiasi Penyelenggara Haji khusus Umrah dan Inbound Indonesia (Asphurindo) di Jakarta belum lama ini.

Ia menyatakan peristiwa tidak menggembirakan banyak dialami oleh jamaah umroh tatkala menggunakan asosiasi ilegal. Padahal hal itu bisa dihindari jika umat Muslim tidak terpancing dengan iming-iming perjalanan umroh murah, cepat berangkat dan sejumlah kemudahan lainnya.

Setiap tahun jamaah umroh dari Tanah Air sekitar 600 ribu orang. Itu catatan resminya dan masih ada lagi yang lewat asosiasi tak resmi. Sementara jumlah asosiasi perjalanan haji dan umroh sekitar 665 asosiasi, katanya.

Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Ahda Barori menyebutkan, jumlah PPIU yang tercatat di Ditjen PHU sekitar 266 perusahaan.

Tahun lalu sebanyak 14 PPIU dibekukan dan dicabut izinnya karena menelantarkan anggota jemaah umrohnya. "Hampir tiap tahun selalu saja ada yang menelantarkan jemaah umroh," ia menegaskan sambil menambahkan tidak tertutup kemungkinan angkanya meningkat pada 2015.

Ke depan, Ditjen PHU akan menata dan menertibkan beberapa travel "nakal". Sanksi tegasnya sudah jelas, dicabut izinnya. Kemenag akan lebih ketat mengawasi PPIU, terlebih di jajaran Ditjen PHU struktur organisasinya diubah dan ditambah Direktur Umroh. Jadi, pengawasan ke depan lebih fokus lagi.

Kepala Seksi Pengawasan Umroh Ditjen PHU, Denny mengaku, agar jemaah umroh tidak terlantar, pihak Kemenag menempatkan petugas di sejumlah bandara. Diperoleh gambaran, jemaah terlantar masih saja kerap terlihat..

Kehadiran petugas Kemenag di bandara, selain mengawasi jemaah umroh yang hendak bertolak ke dan kembali dari Tanah Suci, juga melakukan sosialisasi tentang cara-cara menghindari iming-iming berumroh dengan harga murah.

Kemenag mengintensifkan sistem pengawasan langsung. Pihak PPIU juga diminta taat aturan sebagai konsensus bersama. Seperti melaporkan jadwal keberangkatan, tiba dan pulang. Baik lapor di Tanah Air maupun di Arab Saudi.

Pengawasan di setiap bandara pemberangkatan untuk memastikan bahwa jemaah umrah diberangkatkan oleh biro pejalanan yang berizin (PPIU), kata Direktur Pembinaan Haji dan Umrah Muhajirin Yanis.


Taati Aturan

Bagi masyarakat Muslim diimbau agar jika mendaftar umrah kepada penyelenggara umrah yang memiliki izin resmi dari Kemenag. Dapat dilihat di web haji www.haji.kemenag.go.id, kata Yanis. Laporkan kepada polisi setempat jika ada travel yang menyelenggarakan umrah atau menyelenggarakan investasi haji dan umrah ilegal, katanya mengimbau.

Jika tidak dilaporkan, bagaimana polisi akan menindaklanjutinya. Jadi laporlah, jangan takut. Polisi itu penegak hukum, mitra dan sahabat masyarakat, harap Yanis.

Ia mengingatkan agar mencatat Lima Pasti Umrah sebelum mendaftar. Pertama, pastikan travel memiliki izin resmi dari Kementerian Agama. Cek di www.haji.kemenag.go.id.

Kedua, pastikan jadwal keberangkatan dan kepulangan. Selain itu, jemaah juga harus memastikan maskapai penerbangan dan rute penerbangan.

Ketiga, pastikan harga dan paket layanan yang ditawarkan. Jemaah harus memastikan hak-hak mereka sebagai calon jemaah terpenuhi seperti konsumsi, transportasi, manasik umrah dan asuransi.

Keempat, pastikan hotel dan wilayah mana lokasi penginapan. Pastikan jarak penginapan tidak terlalu jauh dari masjid. Dan yang terakhir pastikan visa diterima dua tiga hari sebelum keberangkatan.

Oleh Edy Supriatna Sjafei
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015