Jakarta (ANTARA News) - Perombakan kabinet seperti pisau bermata dua, bisa menjadi upaya meningkatkan kinerja memperbaiki negeri atau justru sebaliknya menjadi awal keguncangan stabilitas politik.

Bagi Presiden Joko Widodo, perombakan kabinet bukanlah sesuatu yang buruk untuk mempebaiki kinerja pemerintahan. Untuk itu, menjadikan perombakan sebagai hal yang bisa dan tidak mengguncang stabilitas politik itu penting.

Bukan tanpa sebab, perombakan kabinet perlu dijadikan hal yang biasa. Seperti diungkapkan Presiden Joko Widodo sejak awal, bila ia akan mengevaluasi menterinya setiap waktu. Bagi yang tidak berkinerja bagus, silakan bersiap-siap untuk diganti.

Baca : Jusuf Kalla singgung kriteria perombakan kabinet

Secara profesional, penggantian personel pembantu presiden tentu mudah. Namun secara politik, tidak semudah itu.

Menteri, suka tidak suka merupakan manifestasi kekuatan partai politik pendukung. Kekuataan dukungan politik yang diberikan partai, biasanya akan diganjar dengan besaran jumlah menteri.

Memang tidak semua menteri merupakan sodoran partai politik, ataupun kekuatan pendukung. Para menteri teknis biasanya diberikan kepada para profesional.

Namun demikian, jumlah menteri yang ada di kabinet, seringkali menjadi tolok ukur seberapa besar dan banyak keringat yang diberikan untuk menyokong pemerintah.

Meskipun hal itu bukan pola ideal yang dianut sistem presidensial, namun begitulah kenyantaannya di Indonesia. Kompromi politik perlu dilakukan, mengingat Presiden Jokowi diusung oleh banyak partai politik (multipartai).

Pakar politik Hanta Yudha dalam bukunya Presidensialisme Setengah Hati yang terbit 2010 telah melihat gejala tersebut. Sistem presidensial dalam sistem multipartai akan membuat kompromi menjadi keharusan.

Namun demikian Presiden Jokowi sejak awal menjabat dirinya membuktikan tidak takut dengan perubahan. Sejumlah kebijakan tidak populis seperti penghilangan subsidi BBM telah dilakukan sejak awal berkuasa.

Presiden sepertinya juga ingin menepis anggapan, perombakan kabinet berarti instabilitas politik. Perombakan kabinet adalah keniscayaan untuk pemerintahan yang lebih baik. 

Baca : PKS ingatkan Jokowi susun kabinet ahli

Selama 2015, isu perombakan kabinet mencuat sepanjang tahun. Meski telah dilakukan perombakan kabinet pada 13 AGustus 2015, namun isu tersebut terus saja berembus hingga akhir tahun. Gelombang kedua perombakan kabinet diyakini akan dilaksanakan.

Perombakan kabinet sendiri mencuat awal triwulan kedua 2015, seiring dengan memburuknya perekonomian Indonesia akibat dampak dari krisis global. Rupiah anjlok menembus Rp14.000 per dolar Amerika Serikat menjadi yang terburuk seusai Krisis 1999.

Isu tentang perubahan dalam Kabinet Kerja menghiasi banyak media massa dengan berbagai sumber.

Sinyal Presiden melakukan perombakan kabinet semakin menguat saat dirinya secara tersirat mengkritik keras kinerja jajarannya dalam menangani masalah bongkar muat di pelabuhan.

Baca : Menempatkan pergantian menteri sebagai sebuah rotasi normal

Dalam sidak di Pelabuhan Tanjung Priok, Rabu, 17 Juni 2015, Presiden Jokowi mendapati waktu bongkar muat di pelabuhan tersebut masih jauh dari negara tetangga.

Saat Presiden bertanya, siapa yang bertanggungjawab terhadap lambatnya bongkar muat tersebut, tidak ada satupun jajaran pejabat dan instansi menjawab.

Presiden marah. "Kita harus terbuka, saya tanya tidak ada jawabannya, ya saya cari sendiri jawabannya dengan cara saya. Kalau sulit bisa saja Dirjennya saya copot, pelaku lapangan saya copot, bisa juga Menterinya saya copot," kata Presiden.

Ungkapan Presiden kemudian diikuti dengan permintaan laporan para menteri terkait rencana kerja hingga November 2015.

Setelah dua bulan kritik terhadap pemerintahan di Semester awal 2015 akhirnya dijawab Presiden Jokowi dengan perombakan kabinet pada 12 Agustus 2015. Dalam perombakan kabinet tersebut, Presiden mengangkat mantan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution sebagai Menteri Koordinator Perekonomian menggantikan Sofyan Djalil.

Sofyan Djalil digeser menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), menggantikan Andrinof Chaniago.

Luhut B Pandjaitan menjadi Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan mengganti Tedjo Edy Purdijatno. Ekonom Rizal Ramli dilantik sebagai Menteri Koordinator Kemaritiman menggantikan posisi Indroyono Soesilo.

Thomas Trikasih Lembong menjadi Menteri Perdagangan menggantikan Rachmat Gobel. Serta Politisi PDIP Pramono Anung dilantik menjadi Sekretaris Kabinet menggantikan Andi Widjajanto.

Alasan perombakan kabinet disampaikan oleh Presiden Jokowi dalam pidatonya pada Sidang Tahunan MPR RI, 14 Agustus 2015.

"Perombakan kabinet merupakan salah satu jembatan terbaik untuk mewujudkan janji saya pada rakyat, yaitu meningkatkan yaitu meningkatkan kekesejahteraan dan kualitas kehidupan mereka," kata Presiden kala itu.

Perombakan tersebut disambut positif oleh banyak kalangan. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Rosan Roeslani menyambut baik langkah tersebut, sekaligus memberikan kepastian kepada para pelaku usaha setelah selama beberapa bulan terombang-ambing dalam rumor perombakan kabinet.

Sejak perombakan kabinet kerja pada Agustus 2015 tersebut, isu untuk perombakan selanjutnya terus bergulir. Bukan tanpa sebab isu tersebut digulirkan.

Sebab perombakan jilid pertama, disampaikan sejumlah kalangan, hanya menyasar lima menteri dan sekretaris kabinet. Perombakan kabinet pada Agustus tersebut dinilai sejumlah pengamat belum selesai untuk memperbaiki perekonomian.

Presiden Jokowi sendiri telah menyampaikan pada 2016, dirinya menginginkan agar ekonomi Indonesia berlari. Untuk itu, semua pihak juga harus berlari kencang.

Apalagi kurang dari sebulan usai perombakan kabinet, tepatnya 2 September 2015, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan menyambangi Istana untuk bertemu dengan Presiden Jokowi.

Datang ke Istana Merdeka bersama Sekjen PAN, Eddy Soeparno dan Ketua Majelis Pertimbangan Partai Soetrisno Bachir, Zulkifli menyatakan bergabung dengan pemerintahan Jokowi.

"Kami sepakat bulat menyatakan PAN bergabung dengan Pemerintah, menyukseskan program-program pemerintah untuk kepentingan bangsa dan negara seluruh Indonesia, untuk NKRI," kata Zulkifli saat memberikan keterangan pers di Istana Merdeka kala itu.

Pernyataan resmi Partai Amanat Nasional (PAN) untuk bergabung dengan pemerintahan semakin menguatkan isu perombakan kabinet jilid dua akan dilaksanakan. Perombakan tersebut dikabarkan juga akan mengakomodir kader PAN untuk menduduki jabatan menteri.

Baca :  PAN: Beberapa menteri kurang bekerja pada substansi

Sementara itu, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli pada 18 November 2015, dalam sebuah paparan mememperkirakan akan ada perombakan kabinet dibidang ekonomi dan hukum pada akhir 2015. Sinyalemen tersebut ditanggapi beragam.

Menurut Rizal Ramli, perombakan kabinet pada Agustus 2015 telah menunjukkan pengaruh positif dalam perekonomian. Dia merujuk pada pertumbuhan ekonomi yang membaik pada triwulan ketiga 2015, yang tumbuh 4,73 persen (YoY) dan stabilitas kurs yangterjaga.

Namun demikian, hingga Senin, 28 Desember 2015, Presiden Jokowi belum menampakkan sinyal akan melaksanakan perombakan kabinet lagi.

(T.M041/T007)

Oleh Muhammad Arief Iskandar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015