Yogyakarta (ANTARA News) - Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan HB X mengeluarkan sabda dalam prosesi Ngudar Sabda di Bangsal Mangunturtangkil, Kompleks Keraton Ngayogyakata Hadiningrat, Kamis.

Kompleks Keraton Yogyakarta ditutup bagi wisatawan sejak pukul 08.00 WIB. Prosesi Ngudar Sabda dilaksanakan secara tertutup selama sekitar lima menit mulai pukul 10.00 WIB.

"Hanya berlangsung lima menit. Garis besarnya Sultan meminta abdi dalem taat terhadap peraturan yang diperintahkan," kata Kanjeng Rajen Tumenggung Hastononingrat, abdi dalem yang mengikuti acara tersebut.

Dia menuturkan prosesi itu hanya dihadiri oleh istri Sultan, GKR Hemas; dua puteri Sultan, GKR Condrokirono dan GKR Maduretno; serta beberapa kerabat dan abdi dalem. Adik-adik Sultan semua tidak hadir.

Adik Sultan, Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Yudhaningrat, mengaku diundang melalui telepon seluler oleh Sekretaris Sultan untuk menghadiri acara tersebut namun menolak hadir.

"Yang mengundang kan Sultan Bawana, bukan Buwono. Saya tidak mengenal itu," kata Yudhaningrat saat ditemui di kediamannya.

Sultan mengganti gelarnya dari Sultan Hamengku Buwono menjadi Sultan Hamengku Bawana melalui Sabda Raja yang dikeluarkan Mei 2015. Namun gelar itu hanya digunakan di lingkungan keraton.

Meski tidak hadir, Yudhaningrat mengaku mendapatkan informasi dari abdi dalem maupun kerabat yang mengikuti acara tersebut.

Menurut informasi yang dia dapat, sabda Sultan meliputi empat poin utama, yang pertama menegaskan bahwa yang disampaikan dalam "Ngudar Sabda" itu adalah berdasarkan dawuh (perintah) dari Allah SWT.

Poin kedua, ia menjelaskan, tentang masalah waris tahta Keraton. "Dalam poin kedua dijelaskan masalah waris tahta tidak bisa (diturunkan) kecuali kepada puteranya," kata dia.

Sementara pada poin ketiga, ia melanjutkan, Sultan memperingatkan bahwa siapapun yang tidak menuruti perintah Raja maka akan dicopot gelar maupun kedudukannya.

"Itu bukan hanya ditujukan kepada abdi dalem, namun kerabat atau siapa saja termasuk saya," kata dia.

Keempat, menurut dia, Sultan memperingatkan bahwa siapapun yang tidak sependapat dengan pernyataan tersebut dipersilakan pergi dari "Bumi Mataram" atau Yogyakarta.

Sementara Penghageng Tepas Dwarapura Kanjeng Raden Tumenggung Jatiningrat mengatakan prosesi yang dilakukan secara mendadak biasanya menyangkut hal yang dianggap penting oleh Sultan.

"Menjadi penekan agar apapun yang diperintahkan agar didengar," kata dia.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015