Jakarta (ANTARA News) - Kamis, 31 Desember 2015 merupakan hari terbitnya edisi terakhir koran Sinar Harapan.

Ini bukan kali pertama Sinar Harapan berhenti terbit. Media yang pertama kali hadir pada 27 April 1961 itu ketika berusia 25 tahun atau tahun 1986 diharuskan tutup oleh pemerintah  yang keberatan dengan isi berita Sinar Harapan.

Sinar Harapan pun berhenti terbit dan hingga bertahun-tahun kemudian, tepatnya tahun 2001, harian itu kembali hadir. Sayangnya, kini mereka memutuskan untuk mengakhiri kegiatan mulai 1 Januari 2016.

Aristides Katoppo, salah satu tokoh yang kembali menerbitkan koran ini di bawah naungan PT Sinar Harapan Persada, menulis artikel singkat pada laman sinarharapan.co di penghujung kegiatan mereka dengan judul "Sampai Jumpa Lagi".

Dalam artikel yang diunggah pada Kamis  15.32 WIB itu, pria yang karib disapa Tides tersebut berbagi cerita singkat tentang perjalanan Sinar Harapan serta tanggapannya terkait penutupan koran ini.

"Jelang akhir 2015, sangat disayangkan, di tengah melajunya komersialisme, Sinar Harapan tidak dapat bertahan dan mulai tahun depan berhenti terbit sebagai surat kabar harian yang dicetak sore hari," katanya seperti dikutip pada Kamis sore.

Ia mengakui banyak pihak yang kecewa. Mereka bertanya-tanya masih adakah harapan di balik semua ini. "Sebenarnya, dalam pertanyaan itu tersimpul peluangnya," ujar Tides.

Sementara itu, anggota Dewan Redaksi Kristanto Hartadi dalam artikelnya di situs tersebut menyebutkan bahwa  sejak awal surat kabar mereka selalu kesulitan keuangan.

Kristanto, dalam artikel berjudul "Semangat yang Tak Akan Padam" itu menyebutkan ada konflik internal yang selalu ada namun "yang sedari awal tidak pernah dilakukan ketika akan menerbitkan kembali Sinar Harapan, yakni survei pasar (pembaca, pengiklan, sirkulasi) yang ilmiah untuk mengetahui koran sore memang masih dibutuhkan atau tidak di pasar, bagaimana persaingan dengan sesama surat kabar yang ada (pagi dan sore), maupun dengan media-media lainnya (jumlah stasiun televisi yang terus bertambah, juga perkembangan new media yang sangat pesat mengikuti kemajuan teknologi komputer). "

"Penerbitannya lebih banyak diwarnai semangat masa lalu. Kiranya hal ini jangan terulang," kata Kristanto yang memimpin Sinar Harapan pada 2001-2010.

Salah seorang wartawan Sinar Harapan mengaku sedih dengan kembali vakumnya media yang kerap disingkat SH itu.

Namun, ia optimistis suatu saat nanti koran ini dapat kembali meramaiakan dunia pemberitaan Indonesia dengan kondisi lebih baik.

"Kami yakin orang-orang enggak akan lupa sama Sinar Harapan karena merupakan bagian dari sejarah," kata wartawan yang tidak bersedia disebutkan namanya itu.

"Setelah baca edisi terakhirnya, ternyata banyak sekali apresiasi dan dukungan dari luar sana. Jadi kami berterima kasih dengan semua doa dan dukungan," sambungnya.

Ia mengatakan, Aristides selalu menegaskan bahwa Sinar Harapan akan kembali bersinar, atau dalam istilahnya akan hidup lagi bak kucing bernyawa sembilan.

Mengenai pemenuhan hak para karyawan,wartawan lulusan Sastra Indonesia itu mengatakan gaji selalu diberikan tepat waktu dan tidak pernah ada pemotongan.

"Kami juga telah diberikan pesangon dalam bentuk cek giro, tepatnya pada 30 Desember dan sudah dapat dicairkan," tuturnya lalu mengatakan ingin terus berkarya di dunia jurnalistik.

"Untuk mengikuti perkembangan zaman, saya berminat untuk berkiprah pemberitaan online. Menurut saya koran tidak lagi sepopuler dulu di mata penikmat berita," ucapnya.

Last update :31/12/15 22.26  PM

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015