Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VII DPR Kurtubi meminta pemerintah mengubah Kebijakan Energi Nasional (KEN), dengan menghapus kalimat dalam Kebijakan Energi Nasional yang menempatkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebagai opsi terakhir.

“Saya berpendapat agar PLTN diberi peluang segera dibangun di Indonesia. Karena PLTN lebih ramah lingkungan dan lebih murah dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)  maupun Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB)” kata Politisi F-Nasdem melalui pesan singkat, seperti dikutip dari laman dpr.go.id.

Rencana untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) semakin diterima masyarakat. Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), sebanyak 75,3 persen penduduk Indonesia mendukung pembangunan PLTN.

Kepala BATAN, Djarot Sulistio Wisnubroto mengaku mendapat kejutan, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sudah sangat membutuhkan penenuhan energi khususnya listrik di wilayahnya. “Angka 75,3 persen merupakan angka yang besar dalam penerimaan masyarkat terhadap pembangunan PLTN. Menurut anaslisa saya, hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia sudah sangat memerlukan pasokan energi listrik yang stabil,” kata Djarot.

Politisi Nasdem dari Dapil NTB Kurtubi menambahkan, pembangkit listrik yang tersedia sangat jauh di bawah kapasitas yang dibutuhkan. Dengan adanya PLTN, rakyat bisa tercukupi kebutuhan listriknya tanpa ada pemadaman dan investasi bisa dipercepat. ”Fakta menunjukkan, konsumsi listrik per kapita kita saat ini hanya sekitar 1/5 dari konsumsi per kapita Malaysia” ungkapnya.

Kurtubi menyatakan, saat rapat kerja dengan Menteri ESDM maupun RDP dengan Eselon I dan BUMN dilingkungan ESDM, pihaknya berulangkali menyampaikan agar Indonesia segera membangun PLTN skala besar untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara tetangga.

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016