Jakarta (ANTARA News) - Pembebasan lahan untuk proyek gas Masela, Maluku Selatan, harus  memperhatikan keseimbangan ekologi dan lingkungan, agar tidak merugikan masyarakat setempat, kata Mahyudin Rumata, Pengurus Pusat Pemuda Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku.

Pulau mana pun yang dipilih, baik Yamdena, Aru, maupun Saumlaki, kata Rumata di Jakarta, Jumat, adalah pulau-pulau kecil.

"Jika kemudian lahan dibuka, hutan ditebang, lahan warga digusur, mereka ini harus pindah ke mana?" katanya.

Menurut dia, jika hal itu dilaksankan bertentangan dengan komitmen Presiden mengenai kelestarian lingkungan yang disampaikan pada Konferensi COP 21 di Paris.

Jika "participating interest" sebesar 10 persen yang dijanjikan dapat dikelola dengan baik dan sehat oleh pemerintah daerah, lanjut Mahyudin, tentunya perekonomian rakyat Maluku akan sangat terbantu.

Akan tetapi, yang lebih penting tentunya adalah pengambilan keputusan yang tidak berlama-lama dan perhitungan yang terukur mengenai skema mana yang mampu memberikan keuntungan lebih cepat dan lebih baik bagi masyarakat, tanpa memberikan dampak negatif lebih lanjut.

"Pengelolaannya harus transparan, terarah, dan terukur untuk kesejahteraan rakyat Maluku. DPRD maupun semua pihak terkait, termasuk masyarakat madani, harus mengawasinya," katanya.

Sementara jika berbicara mengenai penerimaan negara, baru-baru ini dalam salah satu diskusi yang digelar stasiun radio swasta, Satya Yudha, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI melihat pendapatan negara yang akan didapat melalui skema FLNG pun cenderung lebih tinggi, sekitar 57 miliar dolar AS.

Sebelumnya, pengamat energi Fabby Tumiwa mengamini pernyataan Satya Yudha yang mengetengahkan hasil kajian LPEM UI.

"Opsi FLNG akan memberikan manfaat ekonomi lebih baik bagi Indonesia. PDB tercatat sebesar 126,3 miliar dolar AS vs 122 miliar dolar AS dibandingkan onshore. Sementara itu, penerimaan negara yang lebih besar, yaitu 51,8 miliar dolar AS vs 42,3 miliar dolar AS bila di onshore," katanya.

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016