Kupang (ANTARA News) - Hujan dengan intensitas ringan hingga sedang mengguyur Kota Kupang dan sekitarnya pada Minggu siang sekitar pukul 13.00 WITA dan membuat sejumlah petani jagung dan padi di pinggiran kota sedikit lega.

Bonifasius Ancis (30), warga Petung, Kelurahan Naimata kepada Antara di Kupang mengaku senang karena sebagian tanaman jagung akan kembali segar setelah dua pekan layu bahkan sebagian mengering karena hujan tidak kunjung turun.

Sejak Desember 2015 hingga awal Januari 2016 terjadi penyimpangan atau ketidaknormalan cuaca dan iklim, di sebagian besar wilayah Nusa Tenggara Timur.

"Sebagian besar wilayah NTT saat ini masih terganggu kondisi enso yang mengarah ke El Nino kuat yang diprediksikan berlangsung sampai akhir Februari 2016."

Bahkan sejumlah daerah seperti Sabu, Sumba Barat Daya mengalami kekeringan. Akibatnya, para petani harus mempunyai cara strategis untuk mensiasati kondisi ini.

"Musim kering yang masih melanda wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga pekan kedua bulan Januari 2016 sungguh mendera para petani. Gagal tanam dan gagal panen sudah di depan mata. Krisis pangan yang berujung pada bencana kelaparan bukan mustahil hadir dalam waktu tak lama lagi.

Ayub Costa (49), petani jagung di Dusun Kuannoah, Desa Noelbaki, Kupang Tengah, mengeluh jagungnya yang berumur tiga minggu nyaris mati kekeringan. "Pak lihat sendiri, daun jagung sudah tergulung seperti gulungan rokok joker. Sebab sudah tiga minggu tidak ada hujan," katanya.

Ia mengaku menanam bibit jagung pada 22 Desember 2015. "Sejak saya tanam bibit jagung lalu tumbuh hingga sampai sekarang belum hujan. Minggu depan mungkin sudah mati," kata Costa yang ditemui sedang menyiangi rumput di kebunnya.

Keluhan senada disampaikan Markus Ndoen, warga Desa Tanah Merah. Ia mengatakan jagungnya cepat layu dan bergulung sebab ditanam pada tanah berbatu.

"Jadi tidak ada air. Kalau ditanam di tanah hitam liat, pasti daunnya hijau subur. Sebab tanah hitam menyimpan air," katanya sedih.

Terhadap kondisi itu pihak Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Timur meningatkan petani setempat untuk menanam padi dan jagung mengikuti siklus musim yang tidak menentu saat ini untuk menghindari gagal panen.

"Petani menanam harus mengikuti siklus musim hujan yang turun tidak menentu karena dipicu oleh penyimpangan cuaca dan iklim dari normalnya atau anomali," kata Sekretaris Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi NTT, Mifdonth Abola kepada wartawan di Kupang, Minggu.

Petani kata dia, diharapkan menanam tanaman umur pendek seperti sayuran, umbi-umbian dengan memanfaatkan air yang tersedia.

Dan demikian Abola, tidak boleh menanam tanaman umur panjang seperti jagung dan padi dalam kondisi sekarang karena akan gagal panen karena ketiadaan kekeringan yang berdampak pada matinya tanaman tersebut.

"Kita berharap kalau di satu daerah hujannya rutin, silakan menanam. Tapi ada daerah yang belum turun hujan sampai sekarang belum tanam. Makanya kita harapkan petani kalau tanam lihat siklus hujan dulu. Kita anjurkan kalau bisa sementara ini tanam tanaman umur pendek seperti sayuran dan umbi-umbian. Kita sudah siagakan mesin pompa air, tetapi kondisi curah hujan yang tidak stabil, mesin pompa tidak bisa digunakan," kata Abola.

Tentang adanya bibit pengganti, hal ini menjadi langkah antisipasinya. Sebab, jika petani yang sudah menanam dan tidak berhasil, maka persediaan bibit sudah tidak ada lagi.

Pemerintah akan mendroping bibit pengganti kepada petani untuk ditanam ulang. "Pemerintah pusat bilang galakan tanaman serempak, saya bilang untuk NTT tidak bisa. Siklus hujan yang tidak stabil ini tidak bisa tanam serempak. Untuk sementara yang dilakukan adalah memanfaatkan air yang sedikit untuk tanaman umur pendek," tambah Abola.

Pihak Dinas Pertanian dan Perkebunan provinsi Nusa Tenggara Timur terus memantau dan mendata sekitar 270 dari 3.268 desa/.kelurahan yang tersebar di 23 kabupaten dalam Provinsi ini yang setiap tahun rawan dilanda kekeringan.

Pewarta: Hironimus Bifel
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016