Bantuan PKH itu tidak berhasil menaikkan kualitas hidup penerimanya. Program ini juga tidak dilandaskan atas keadilan sosial,"
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan Program Keluarga Harapan (PKH) yang dijalankan pemerintah belum menyejahterakan masyarakat.

"Bantuan PKH itu tidak berhasil menaikkan kualitas hidup penerimanya. Program ini juga tidak dilandaskan atas keadilan sosial," kata Saleh lewat keterangan persnya yang diterima di Jakarta, Senin.

Menurut dia, sampai tahun 2015 penerima PKH masih berjumlah 3,5 juta penerima. Sementara ada puluhan juta lagi yang belum tersentuh. Jika mereka yang sudah menerima kemudian diberi lagi dengan Kelompok Usaha Bersama (Kube) tentu tidak adil bagi mereka yang belum pernah menerima sama sekali.

Dalam konteks itu, Saleh mendorong pemerintah untuk melakukan inovasi-inovasi baru dalam perumusan program-program penanggulangan kemiskinan. Hampir seluruh program yang ada hanyalah kelanjutan dari program-program pemerintah periode sebelumnya. Kalaupun ada yang berubah maka itu hanya nama. Sementara, substansi program tetap sama.

"Selain itu, pemerintah juga perlu mengukur tingkat keberhasilan seluruh program yang ada. Ini dimaksudkan agar program tersebut dapat dievaluasi secara baik untuk melengkapi kekurangan-kekurangan yang mungkin masih ada," kata dia.

Sejauh ini, menurut Saleh, pemerintah belum melakukan pengukuran tingkat keberhasilan program. Misalnya untuk PKH setelah tujuh tahun berjalan sudah banyak alumni yang tidak lagi mendapatkan bantuan.

"Pertanyaannya, berapa persen dari mereka yang bisa menjadi keluarga sejahtera? Ketika pertanyaan ini disampaikan ke Kementerian Sosial, mereka belum bisa mengukurnya dengan tepat. Bahkan, mereka menambah bantuan sosial lainnya berupa Kube PKH bagi penerima PKH yang masa penerimaan bantuan PKH-nya hampir habis," kata dia.

Saleh mengatakan, seluruh program itu menghabiskan anggaran yang tidak sedikit. Untuk tahun 2016, alokasi anggaran PKH adalah sebesar Rp12 triliun dari Rp15,3 triliun total anggaran Kemensos. Angka ini tentu sangat tinggi jika dibandingkan dengan hasil yang dicapai.

"Program-program lain pun saya kira menghabiskan anggaran yang cukup besar. Alokasi anggaran untuk BOS Madrasah saja, nilainya mencapai Rp7 triliun setiap tahun. Belum lagi Jamkesmas, KKS, Raskin dan lain-lain itu," kata dia.

Menurut Saleh, angka kemiskinan perlu mendapat perhatian pemerintah dengan memperluas manfaat dari program-program yang ada.

Kenaikan angka kemiskinan di Indonesia sebesar 780 ribu jiwa, kata Saleh, perlu mendapat perhatian dan penanganan serius dari pemerintah. Berdasarkan laporan BPS, per September 2015, angka kemiskinan di Indonesia sudah menyentuh angka 28,51 jiwa atau 11,13 persen dari total jumlah penduduk. Ini menandakan program percepatan penanggulangan kemiskinan dan program jamin pengaman sosial lainnya belum berhasil menurunkan angka kemiskinan.

Program-program tersebut mendapat pujian dari berbagai pihak termasuk lembaga-lembaga internasional. Pujian datang bukan karena pencapaian menanggulangi kemiskinan, tapi alokasi anggaran bagi program-program tersebut langsung didistribusikan kepada masyarakat.

"Artinya, masyarakat miskin langsung menerimanya walau belum tentu mampu meningkatkan kualitas hidup mereka," kata dia.

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016