Jakarta (ANTARA News) - Ade Komarudin dengan mengenakan setelan jas dan kopiah berwarna hitam dengan kemeja putih serta dasi merah memberikan pidato pertama sebagai Ketua DPR RI di hadapan sekitar 297 anggota DPR dalam Rapat Paripurna, Senin (11/1).

Politikus Partai Golkar itu akhirnya menggantikan rekan separtai, Setya Novanto, yang mengundurkan diri pada 16 Desember 2015 seiring Mahkamah Kehormatan Dewan yang menyidang Setya terkait dugaan rekaman percakapan dengan  petinggi PT Freeport Indonesia.

Dalam pidato pertamanya itu, Akom--sapaan Ade Komarudin--berjanji akan fokus meningkatkan produktivitas institusi DPR RI dalam membuat produk legislasi dengan mengajak seluruh anggota DPR berkomitmen mewujudkannya.

"Pada tahun 2015, DPR hanya menghasilkan tiga undang-undang, ini harus dievaluasi dan menjadi introspeksi sehingga ke depan harus lebih produktif," katanya.

Akom menyadari bahwa fungsi legislasi DPR mengalami sorotan dari masyarakat karena mengalami kemerosotan dari segi jumlahnya.

Menurut dia, pihaknya sudah mengetahui bahwa kurang maksimal kinerja dalam produk legislasi itu disebabkan energi anggota DPR dikuras untuk berbagai kegiatan dan hanya menciptakan kegaduhan.

"Dalam pembuatan UU bukan hanya tugas DPR, melainkan juga pemerintah sehingga koordinasi dan komunikasi keduanya harus ditingkatkan," ujarnya lagi.

Dengan kebersamaan antara pimpinan DPR, pimpinan fraksi di DPR, dan seluruh anggota, menurut Akom, produktivitas bisa meningkat.

Menurut dia, ke depan komunikasi yang dibangun bukan hanya formal, melainkan lebih intensif secara informal agar tidak ada kecurigaan dan tidak ada batasan.

"Saya tidak boleh memikirkan hanya satu partai saja, melalui komunikasi yang baik dan komitmen bersama, saya yakin semua masalah bisa diselesaikan," katanya.

Konsep komunikasi informal antara Pimpinan DPR dan para pimpinan fraksi-fraksi yang ditawarkan Akom merupakan hal baru dalam konsepsi berpolitik di parlemen selama setahun ini. Terbelahnya kekuatan politik nasional, membuat hal yang sama di parlemen sehingga menyebabkan kerja-kerja DPR tidak maksimal.

Respons cepat dan menganalisis akar masalah di internal DPR menjadi kunci bagi Akom membuat institusinya dapat bekerja maksimal kedepan.

Dalam pidatonya tersebut, Akom menyinggung rendahnya kerja legislasi DPR selama setahun terakhir ini

Dalam Proyeksi Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015--2019, DPR dan pemerintah menetapkan menyusun undang-undang, baik amandemen maupun UU baru, sebanyak 162 RUU ditambah sejumlah RUU kumulatif terbuka.

Rancangan undang-undang (RUU) kumulatif terbuka itu harus dibuat karena dikeluarkannya peraturan pemerintah pengganti UU, putusan Mahkamah Konstitusi, dan perjanjian internasional. Pada tahun 2015, Prolegnas berjumlah 37 RUU ditambah RUU kumulatif terbuka.

Namun, hingga berakhirnya masa sidang pertama tahun sidang 2015/2016 (18/12), DPR dan pemerintah hanya menghasilkan tiga UU yang berasal dari Prolegnas 2015, yaitu UU Pilkada, UU Pemerintahan Daerah, dan UU Penjaminan.

Kinerja legislasi yang menurun itu diakuinya meskipun sebenarnya dalam penyusunan sebuah RUU ada peran pemerintah dalam pembahasannya.

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon dalam pidato pembukaan masa persidangan ketiga tahun sidang 2015/2016 sempat menyinggung rendahnya capaian kerja legislasi DPR. Dia berharap penyusunan, harmonisasi, dan pembahasan RUU dapat dioptimalkan sehingga penggunaan jadwal sidang berjalan efektif.

"Hal penting lainnya adalah mendorong Badan Legislasi DPR segera menyelesaikan pembahasan Prioritas Prolegnas 2016 bersama pemerintah," ujarnya.

Beberapa RUU yang akan menjadi usul DPR dan masih dalam tahap harmonisasi tahun 2016, antara lain RUU tentang Pertanahan, RUU tentang Pertembakauan, dan RUU tentang Kewirausahaan Nasional.

Sementara itu, RUU yang sedang dalam pembahasan DPR bersama pemerintah adalah RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidayaan Ikan, dan petambak Garam; RUU tentang Penyandang Disabilitas; dan RUU tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri.

Selain itu, RUU yang akan dibahas, antara lain RUU tentang Jasa Konstruksi, RUU revisi UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan RUU tentang Wawasan Nusantara.

Setelah menjabat Ketua DPR RI, Akom langsung dihadapkan berbagai permasalahan. Misalnya, mengembalikan kepercayaan publik terhadap kinerja DPR yang telah menjadi rumah bagi rakyat untuk menyampaikan aspirasinya.


Oleh Imam Budilaksono
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016