Banyuwangi (ANTARA News) - Festival Kampong Temenggungan di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, memiliki makna mengedukasi masyarakat mengenai ragam kesenian yang sebelumnya belum begitu dikenal oleh mereka, kata musisi Redy Eko Prasetyo.

"Lewat musik, kita edukasi telinga warga untuk terbiasa mendengarkan musik-musik bagus yang alat musiknya saja mungkin mereka baru lihat," kata salah satu penggerak festival di Kelurahan Temenggungan, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, itu kepada Antara di Banyuwangi, Minggu.

Komposer kelompok Etnicholic Project Kota Malang itu mengemukakan meskipun belum terbiasa dengan musik-musik nonpopuler itu, masyarakat Banyuwangi terlihat menikmati musik-musik yang ditampilkan di hari pertama festival pada Sabtu (16/1) malam. Musik itu dibawakan secara kolaboratif antara seniman Tanah Air dengan asing.

"Ini juga seperti jemput bola atau kita turun gunung. Kalau tidak seperti ini, kapan lagi warga bisa menikmati musik bagus. Masyarakat tidak mungkin datang ke konservatorium untuk menikmati musik ini. Jangan salahkan masyarakat kalau selera musiknya seperti saat ini, karena mereka tidak pernah kita sentuh," ujar penggerak Jaringan Festival Kampung Nusantara itu.

Menurut dia, ketika telinga dan hati masyarakat sudah terbiasa dengan musik tersebut, maka lama kelamaan akan menjadi kebutuhan. Meskipun demikian, seniman asal Besuki, Kabupaten Situbondo itu, mengaku senang karena antusiasme yang luar biasa warga Banyuwangi.

"Tadi malam terlihat jalan di kampung ini sampai penuh dan seniman sempat kerepotan untuk membawakan tarian. Saya yakin di tahun-tahun mendatang festival ini akan semakin ramai dan dampak ikatannya, seperti ekonomi dan wisata akan semakin terasa," ujarnya.

Kolaborasi seniman asing dan Indonesia yang memainkan musik, tari dan membaca puisi memukau masyarakat Banyuwangi dalam perhelatan malam pertama Festival Kampong Temenggungan, Sabtu (16/1) malam.

Pementasan itu diawali dengan instrumentalia yang dibawakan kelompok Etnicholic Project dari Kota Malang. Kelompok yang digawangi Redy Eko Prasetyo itu membuka dengan komposisi "Unen-Unen" atau bunyi-bunyian.

Setelah musik santai, mereka membawakan musik rancak mengiringi tarian yang dimainkan penari asing. Panggung yang sederhana dan sempit di jalan kampung itu hanya bisa ditempati seniman musik, sedangkan penari berada di tempat penonton.

Oleh karena itu penonton harus beranjak dari lokasi untuk menepi. Demikian juga saat pemusik dari Inggris, Cyprus dan Prancis tampil di panggung lain yang mendapat apresiasi dari penonton. Selain itu, seorang musisi perempuan memainkan alat musik clarinet berkolaborasi alat musik gipsy dari Eropa Timur.

Pewarta: Masuki M Astro
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016