Soal Gafatar sedang dibahas komisi pengkajian MUI. Nanti akan diberikan keterangan pada awal Februari,"
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) Din Syamsuddin mengatakan pihaknya akan mengumumkan fatwa soal Gerakan Fajar Nusantara atau Gafatar pada awal Februari.

"Soal Gafatar sedang dibahas komisi pengkajian MUI. Nanti akan diberikan keterangan pada awal Februari," kata Din di Kantor MUI, Jakarta, Rabu.

Menurut mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini, terdapat indikasi jika Gafatar memiliki keterikatan dengan ajaran Ahmad Musadeq dengan Al Qiyadah Al Islamiyah-nya. Gerakan ini juga sempat bermetamorfosis menjadi Millah Ibrahim hingga diduga kuat memiliki keterikatan dengan Gafatar yang berdiri setelahnya.

MUI, kata Din, sebelumnya telah memberi fatwa sesat dan menyesatkan bagi Al Qiyadah Al Islamiyah karena mengakui Musadeq sebagai nabi dan rasul, menghapus ajaran Islam dan juga mencampuradukkan ajaran tiga agama samawi Yahudi, Kristen dan Islam.

Kendati telah ada indikasi Gafatar memiliki keterikatan dengan Al Qiyadah Al Islamiyah dan Millah Ibrahim, kata Din, fatwa sesat atau tidak soal Gafatar tidak bisa diumumkan secara tergesa-gesa karena memerlukan pengkajian mendalam. Jika tergesa dikhawatirkan membawa dampak merugikan banyak pihak.

"Perlu kajian mendalam soal fakta dan data tidak serta merta mengeluarkan keputusan," kata Din.

Sementara itu, Wisnu Windhani sebagai mantan pengurus Gafatar pusat sekaligus sebagai juru bicara mengatakan organisasi yang sempat diikutinya telah membubarkan diri pada Agustus 2015.

Menurut Wisnu, para mantan anggota Gafatar kini ditolak dan diusir oleh masyarakat di berbagai wilayah, seperti di Kabupaten Mempawah, Kabupaten Ketapang, hingga Kabupaten Sintang.

Di Mempawah, kata dia, massa membakar pemukiman milik eks-Gafatar di Desa Moton yang sejatinya merupakan para petani.

"Kami menyesalkan peristiwa ini. Sebab mantan anggota GAFATAR berada di beberapa wilayah di Kalimantan Barat hanya untuk bertani," kata Wisnu Windhani.

Tindakan diskrimnatif yang diterima anggota Gafatar, kata dia, memberikan masalah tersendiri.

"Bahkan jika MUI atau Bakor Pakem (Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat) telah mengeluarkan fatwa atau putusan, maka ada potensi akan terjadi kembali pelanggaran HAM dan diskriminasi dari sekelompok oknum masyarakat yang bertindak semena-mena mendasarkan putusan tersebut," kata dia.

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016