Jakarta (ANTARA News) - Ibu-ibu yang tinggal di Dusun Batu Beduk, Kecamatan Desa Batujai, Kecamatan Praya Barat, Nusa Tenggara Barat, sekitar 14-15 tahun yang lalu kondisinya cukup memilukan.

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh suaminya hampir setiap hari dialami mereka.

Kekerasan bisa berupa fisik maupun psikis, seperti dipukul dan dihina, ditinggal pergi suami untuk selingkuh, ditinggal suami bekerja ke luar negeri dan tak memberi kabar, sehingga harkat dan martabatnya sebagai wanita diinjak-injak.

"Hampir setiap hari saya mendapat pengaduan KDRT dari ibu-ibu, dan ini yang membuat saya sangat miris mendengarnya," kata Ketua Koperasi Wanita Stagen Lale Alon Sari (49).

Di dusunnya memang saat itu ada tradisi seorang wanita menikah dengan suaminya tidak didasari rasa cinta dan sayang, tapi semata-mata karena untuk mematuhi aturan dan tradisi dalam lingkungan keluarga. Akibatnya suami prilakunya terhadap istri seenaknya dan terjadilah KDRT.

"Saya sendiri terus terang saat menikah juga tak ada rasa sayang dan cinta kepada suami saya. Tapi beruntung suami saya tak melakukan KDRT, sehingga rasa sayang dan cinta terhadap suami pelan-pelan tumbuh dan terjaga sampai sekarang," ucap Lale yang sudah dikaruniai tiga putra dan satu cucu tersebut.

KDRT yang saat itu muncul di dusunnya, katanya, antara lain disebabkan wanita di daerahnya banyak yang tidak mengenyam pendidikan dengan baik, juga tak memiliki keahlian sehingga tak bisa menghasilkan uang untuk kebutuhan rumah tangga.

"Akibatnya ya begitu. Karena istri tak berpendidikan dan tak memiliki keterampilan maka suami menjadi tak hormat dan berperilaku seenaknya," ungkap Lale.

Tak ingin kaumnya terus-menerus alami KDRT, Lale pun membentuk Aliansi Peduli Persoalan Perempuan (AP2K). Di situ Lale berusaha memberi pendidikan dan keterampilan kepada ibu-ibu yang selama ini seringkali mendapat perlakuan KDRT.

Saat mendirikan AP2K itu, dirinya banyak mendapat teror dan cemooh dari sebagian besar warga dusun itu karena dianggap terlalu mencampuri urusan rumah tangga lain sehingga sulit mendapat anggota.

"Saya sampai diteror dan dihina karena membentuk aliansi itu. Tapi saya terus berjalan dan niatnya memang ingin membantu ibu-ibu," ujarnya.

Semula anggotanya hanya lima orang, tapi setelah diberi pemahaman mengenai manfaat AP2K, jumlah anggotanya terus bertambah terus-menerus, tuturnya.

Di AP2K ibu-ibu juga diajari pentingnya mengikuti program Keluarga Berencana dan menjaga kesehatan, sehingga bisa memberikan perhatian terhadap diri sendiri, anak-anak dan keluarganya.

Untuk memberikan keterampilan kepada ibu-ibu, dirinya mengajak Dinas Koperasi dan UKM serta Dinas Perindustrian untuk memberikan pengajaran mengenai bagaimana merajut kain songket sehingga bisa memberikan pendapatan.

Tak puas dengan hanya membentuk AP2K, Lale pun pada 2010 tergerak membentuk koperasi setelah musyawarah dengan ibu-ibu anggota AP2K. Anggota pun setuju membentuk koeprasi yang wadahnya berisi ibu-ibu yang memiliki keterampilan menenun kain songket.

"Tujuannya saya mendirikan koperasi hanya ingin ibu-ibu memiliki kesibukan dan pendapatan sendiri, sehingga tak lagi diberlakukan seenaknya oleh suaminya," tukas Lale.

Koperasinya pun terus berkembang dan sekarang anggotanya ada 120 ibu-ibu yang semuanya memiliki keterampilan menenun kain songket. Kain tenun songket yang dijual berkisar Rp300.000 hingga Rp3 juta per lembar, tergantung bahan baku yang digunakan serta tingkat kesulitan dalam menenun.

"Saat ini ibu-ibu di Dusun Batu Beduk tak lagi yang mendapat KDRT karena mereka telah memiliki keterampilan dan bisa mendapat penghasilan untuk membantu keluarganya," tambah Lale.

Dalam perjalanannya, Koperasi Wanita Stagen terus berkembang sehingga pesanan dari luar kota juga makin bertambah. Masalahnya yang timbul sekarang adalah keterbatasan modal dan sulitnya mendapat pinjaman dari perbankan untuk mengembangkan koperasi.

"Kami berharap ada perhatian dan bantuan dari pemerintah atau swasta untuk mengembangkan koperasi. Bantuan tak hanya dana, tapi juga mesin atau pendidikan juga akan kita terima," ucap Lale, berharap.


Dukungan swasta

Salah satu perusahaan swasta yang memberikan bantuan kepada koperasi tersebut adalah PT Samsung Electronics Indonesia untuk meningkatkan produktivitas dan akses informasi saat memasarkan produknya.

"Kami melihat koperasi ini memiliki potensi untuk berkembang, namun memiliki keterbatasan segala bidang. Oleh sebab itu, kami memberikan bantuan permesinan serta pemasaran dengan cara mengajarkan pemasaran bisnis online (daring)," kata Corporate Marketing Manager PT Samsung Electronics Indonesia Shinta Wardiastuti.

Menurut dia, melalui program Satu Desa Satu Produk (OVOP), perusahaan ingin mewujudkan kontribusi dalam menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih baik, khususnya di Lombok.

Dalam program ini, perusahaan berkontribusi dengan membekali pelatihan pemasaran bisnis daring, Samsung Tab dan fasilitas alat produksi yang diberikan ke Koperasi Wanita Stagen.

"Kami tidak hanya memberikan fasilitas produksi yang berguna untuk meningkatkan produktifitas, namun juga memperkenalkan koperasi ini bagaimana memanfaat teknologi agar terbuka peluang baru untuk meningkatkan pendapatan dan pada akhirnya kesejahteraan mereka," tambahnya.

Vice President of Corporate Business & Corporate Affairs, PT Samsung Electronics Indonesia Kang Hyun Lee, mengemukakan sudah menjadi komitmen perusahaan untuk membantu pengusaha kecil dan menengah agar bisa berkembang lebih baik, sehingga mampu memasarkan produknya tak hanya di dalam negeri tapi juga luar negeri.

Dia mengatakan, bersama Badan Promosi Perdagangan dan Investasi Korea (KOTRA), perusahaan bersama-sama ingin membantu koperasi dan UKM di seluruh Indonesia agar menjadi sebuah perusahaan yang berkelas dunia.

"Banyak UKM yang ada di Korea juga pernah alami kesulitan, tapis etelah mendapat bantuan teknis bisa berkembang menjadi besar," ujar Lee.

Dikatakan, dengan dukungan teknologi, para perajin dapat lebih mudah berhubungan dengan pelanggan, baik lokal maupun di seluruh dunia. Begitu besar peluang yang diciptakan oleh teknologi, mulai dari "gadget" atau gawai, "e-mail", media sosial, sampai "e-commerce", yang dapat menjadi manfaat tanpa batas bagi koperasi di Lombok.

Dia menuturkan, berbagai kendala yang dialami oleh para perajin ini dikarenakan kekurangan peralatan produksi, kesulitan mendapatkan bahan baku dasar dengan harga yang lebih terjangkau dan kesulitan meningkatkan penjualan.

Asisten Deputi Urusan Industri dan Jasa Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Victoria br Simanungkalit, mengatakan kementeriannya sangat menyambut baik keinginan swasta dalam membantu koperasi dan UKM agar bisa lebih berkembang dengan baik.

"Pemerintah tentu memiliki keterbatasan dana sehingga peran serta perusahaan dan dunia swasta dalam membantu koperasi dan UKM sangat dibutuhkan," ucapnya.

Menurut dia, dari hasil studi yang dilakukan kementeriannya sebenarnya banyak koperasi dan UKM yang saat ini dalam kondisi menghadapi berbagai kendala, tapi memiliki prospek untuk berkembang bila mendapat bantuan.

Dikatakan, saat ini sudah ada beberapa perusahaan yang menggandeng koperasi tapi jumlahnya belum terlalu optimal.

"Oleh sebab itu, kementerian mengajak perusahaan swasta seperti Samsung untuk membantu koperasi di Lombok Barat," imbuhnya.

Dengan adanya bantuan dari dunia swasta diharapkan koperasi dan UKM bisa lebih berkembang dan bersaing serta memiliki kemampuan dalam memasarkan produknya melalui teknologi elektronika berbasis internet.

Oleh Ahmad Wijaya
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016