Jakarta (ANTARA News) - KPK mencekal keluar negeri selama enam bulan anggota Komisi V dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto dan pengusaha So Kok Seng terkait kasus dugaan tindak pidana penerimaan hadiah atau janji oleh anggota DPR dalam proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Dalam tindak pidana korupsi penerimaan hadiah terkait proyek di Kementerian PUPR tahun anggaran 2016, KPK telah mengirimkan surat cegah untuk bepergian ke luar negeri terhadap dua orang. Pertama Budi Supriyanto dan kedua, So Kok Seng alias Aseng selaku swasta. Keduanya dicekal selama enam bulan terhitung 20 Januari 2016," kata pelaksana harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di gedung KPK Jakarta, Jumat.

KPK pada Jumat (15/1) sudah menggeledah ruang Budi di Komisi V DPR bersama ruang rekannya anggota Komisi V dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera Yudi Widiana Adia.

"Cekal dilakukan karena dikhawatirkan membawa barang-barang bukti yang terkait," tambah Yuyuk.

So Kok Seng sendiri adalah direktur sebuah perusahaan yang berlokasi di Jalan Diponegoro No.25, Kota Ambon dan bergerak di bidang infrastruktur seperti pembangunan jalan, jembatan hingga bandar udara.

Namun Yuyuk tidak menjelaskan peran So Kok Seng dalam perkara ini.

"Pasti ada keterkaitan mengenai kasusnya. Nanti akan dijelaskan, akan diketahui ketika saksi-saksi sudah diperiksa," tambah Yuyuk.

Sedangkan mengenai pencegahan politisi PKS Yudi Widiana, Yuyuk juga tidak bisa memastikan.

"Nanti ditunggu saja apakah nanti penyidik membutuhkan untuk mencekal yang bersangkutan, itu kewenangan penyidik," ungkap Yuyuk.

Dalam perkara ini, KPK sudah menetapkan Damayanti dan dua orang rekannya yaitu Julia Prasetyarini(UWI) dan Dessy A Edwin (DES) sebagai tersangka dugaan penerimaan suap masing-masing sebesar 33.000 dolar Singapura sehingga totalnya mencapai 99.000 dolar Singapura.

Atas perbuatan itu, ketiganya disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Uang tersebut berasal dari Direktur PT WTU Abdul Khoir (AKH). Total komitmen Khoir adalah sebesar 404.000 dolar Singapura sebagai fee agar PT WTU mendapat proyek-proyek di bidang jasa konstruksi yang dibiayai dana aspirasi DPR di provinsi Maluku yang dicairkan melalui Kementerian PUPR.

Pada 2016, di wilayah II Maluku yang meliputi Pulau Seram akan ada 19 paket pekerjaan yang terdiri dari 14 jalan dan 5 jembatan dan masih dalam proses pelelangan.

Atas perbuatan tersebut, Abdul Khoir disangkakan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur tentang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

Ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama lima tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Sehingga penyidik KPK saat ini sedang melakukan pendalaman aliran sisa uang 305.000 dolar Singapura termasuk mengembangkan kemungkinan tersangka lain dalam perkara itu.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016