Jakarta (ANTARA Newsa) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) akan melakukan penelitian efek gravitasi maksimum dan dampaknya terhadap kegempaan saat Gerhana Matahari Total (GMT) 2016.

"Hipotesanya ada teori yang menyebutkan bahwa saat gerhana matahari total ada efek gravitasi maksimum, itu akan kami teliti, begitu juga dampaknya terhadap kegempaan saat atau pascagerhana matahari total," kata Kepala Pusat Seismologi Teknik Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG Jaya Murjaya di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan penelitian tersebut akan dilakukan tepat pada saat GMT yang akan terjadi pada 9 Maret 2016. BMKG memilih Poso, Sulawesi Tengah, sebagai lokasi penelitian efek gravitasi dan kegempaan karena daerah tersebut juga termasuk patahan yang rawan gempa.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa BMKG melakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan medan magnet bumi dan anomali di tempat-tempat tertentu. Ada yang menyebut gaya tarik bulan menjadi maksimal mencapai hingga 15 kali saat GMT.

"Itu yang akan kami teliti," ujar Jaya.

Ia mengatakan BMKG juga akan melakukan pengamatan GMT dengan teropong di sejumlah lokasi, di antaranya Ternate, Tanjung Pandang, Muko-muko (Bengkulu).

Sementara pengukuran medan magnet bumi saat GMT, lanjutnya, juga akan dilakukan di Jayapura (Papua), Tangerang (Banten), Pelabuhan Ratu (Jawa Barat).

"Rencananya kedeputian lain akan saya ajak serta untuk meneliti pasang surut dan suhu saat gerhana matahari total. Harapannya nanti kita juga bisa dapat streaming real time gerhana matahari total dari LAPAN, itu bisa membantu penelitian juga," ujar dia.

Sebelumnya, Kepala Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin mengatakan daratan yang dilewati bayangan umbra saat GMT 2016 hanya di Indonesia, dan akan berakhir di Samudera Pasifik.

Ada 11 provinsi di Indonesia, yakni Bengkulu, Sumatera Selatan, sebagian Jambi, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Palangka Raya dan Sampit (Kalimantan Tengah), Balikpapan (Kalimantan Timur), sebagian Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Maluku Utara.

Ia mengatakan gerhana matahari secara umum dibagi menjadi tahap C1, C2, C3, dan C4. C1 momen saat piringan bulan memasuki lingkaran matahari hingga muncul Gerhana Matahari Sebagian (GMS), sedangkan fase C2 saat bulan sepenuhnya menutupi piringan matahari hingga terjadi GMT.

Saat GMT langit pagi menjadi lebih remang layaknya petang. Dalam durasi kurang dari tiga menit, bulan perlahan membuka halangannya terhadap matahari hingga langit kembali terang.

GMT terakhir di Indonesia terjadi pada 1988, dengan jalur yang hampir sama. Sedangkan di 1983, ia mengatakan masyarakat di Pulau Jawa juga dapat menyaksikan GMT.

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016