Saya orang Indonesia pertama masuk ke Darfur Sudan dengan kondisi tidur di tenda selama setahun."
Jakarta (ANTARA News) - Komisaris Besar (Kombes) Krishna Murti menyakini bergaya adalah salah satu cara mengubah wibawa, karakter, dan citra polisi di masyarakat.

Agar polisi jadi idola, gayanya harus seperti dalam tayangan film yaitu berpakaian yang menarik, misalnya celana bermodel.

"Karena polisi satu-satunya institusi yang setiap hari masuk media televisi. Kalau pengungkapan bagus, penampilan tidak bagus akan percuma. Jadi, keduanya harus bagus," kata Krisna yang sejak 13 Mei 2015 menjabat Direktur Reserse Kriminal Umum  Polda Metro Jaya.

Dia mencetuskan motto "komandan keren itu sudah biasa tapi anak buah lebih itu luar biasa".  Maksudnya, anak buahnya harus berpenampilan menarik didukung kemampuan yang terbaik.

Kelahiran 15 Januari 1970 itu juga menilai anggota Polda Metro Jaya tidak dapat dibandingkan dengan anggota Polri di Bandung, Medan, Makassar, maupun kota besar di seluruh Indonesia.

"Polda Metro Jaya sebanding dengan polisi New York, Tokyo, London, dan Beijing. Bahkan, Singapura dan Kuala Lumpur tidak sebanding," ucapnya.

Jadi, lanjut dia, anggotanya bisa meniru gaya anggota di kota besar negara lain tersebut yang tingkat kompleksitas masalahnya tinggi.

Krisna juga memopulerkan branding "Turn Back Crime", misalnya lewat kaus biru tua yang biasa dipakai para anak buah.

Tujuannya,  agar masyarakat mudah mengingat keberadaan anggota Polri ketika terjadi tindak pidana.

Soal pilihannya menjadi polisi, Krishna mengaku saat kecil tidak terpikirkan menjadi anggota Polri.

"Kalau anak polisi, ingin menjadi polisi lalu lintas, kalau saya kan tidak tahu karena tidak mengerti," kata Krishna yang kakek dan ayahnya adalah tentara.

Karier Cemerlang
Lulus SMA 5 Bandung tahun 1988, Krishna mendaftar dan diterima menjadi taruna Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) pada tahun itu juga.

"Bapak dan kakek saya merupakan tentara. Makanya, daftar AKABRI pada tahun 1988," ungkap Krishna. Ketika itu polisi masih bergabung dengan Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

Krishna muda memilih pendidikan taruna kepolisian berdasarkan hasil psikotes.

Selama 3 tahun pertama menjalani pendidikan taruna Akpol, Krishna mendapatkan tempaan pendidikan secara fisik dan mental.

"Semua pelajaran menarik dengan dunia baru eksplorasi ilmu kepolisian dan aktivitas fisik pada tingkat satu hingga tiga," kisah Krishna.

Satu kegiatan paling menarik bagi Krishna tentang kepemimpinan karena pernah menjadi komandan batalion taruna.

Lulus Akpol pada tahun 1991, Krishna menjadi perwira pertama Polda Jawa Tengah selanjutnya memutuskan menjadi reserse.

Padahal, di saat memutuskan jadi reserse, atasannya mengajak Krishna mengambil sekolah kedinasan pada Satuan Kerja Lalu Lintas.

Ada pengalaman menarik yang diingatnya ketika menjabat Kapolsek Ranu Dongkal Pemalang, Jawa Tengah dengan pangkat letnan dua.

Saat mengusut suatu kasus pembunuhan, anak buahnya mengajak ke tempat paranormal dan mengandalkan informan.

"Saya ubah paradigma itu bahwa polisi zaman sekarang harus olah  tempat kejadian perkara (TKP) dan investigasi ilmiah," kata Krishna.

Selanjutnya, Krishna menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Polres Pemalang yang mengungkap perkara pencurian kendaraan bermotor maupun pencurian dengan kekerasan atau pemberatan hingga kembali tugas ke Akpol sebagai pengasuh taruna selama 3 tahun.

Pada tahun 1996, Krishna berpangkat letnan satu berangkat dinas ke Bosnia yang sedang konflik.

"Saya pertama kali melihat dampak perang yang dahsyat jutaan dan miliaran peluru, bahkan stadion sepak bola jadi kuburan massal," cerita Krishna.

Dari pengalaman tugas di luar negeri membawa Krishna didaulat sebagai anggota Polri yang dinas di jajaran PBB dengan salah satu misi mentrasisikan polisi Yugoslavia ke kepolisian Kroasia.

Krishna bertemu pejabat negara setingkat menteri dari hampir seluruh dunia untuk mendalami ilmu kepemimpinan dan cara bernegosiasi.

Memasuki 1997, Krishna kembali ke Indonesia menjabat Kanit Reserse Narkoba di Polwitabes Surabaya yang dihadapkan dengan berbagai kasus peredaran narkotika melibatkan warga sipil, oknum Polri, maupun tentara.

Krishna ikut Sekolah Pendidikan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) dengan lulusan terbaik pada tahun 2000 sehingga naik pangkat ajun komisaris polisi (AKP) yang ditempatkan sebagai Sekretaris Pribadi Kapolda Metro Jaya.

Selama menjadi Sekpri Kapolda Metro Jaya, Krishna makin menambah ilmu kepemimpinan, seperti cara mengelola organisasi atau lembaga.

Lepas sebagai sespri, Krishna dipercaya menjadi Kapolsek Penjaringan Jakarta Utara pada tahun 2001 selama 3,5 tahun hingga naik pangkat komisaris polisi (kompol).

Menjadi Kapolsek Penjaringan, Krishna membawa misi membersihkan Kalijodo yang terkenal dengan pusat narkoba dan praktik maksiat hingga meraih dua kali kapolsek terbaik.

Krishna mencatat beberapa pengungkapan kasus menarik, antara lain pembunuhan bos PT Asaba Boedyharto Angsono dan seorang pengawal Edi Siyep terjadi pada tanggal 19 Juli 2013.

Anggota gabungan pimpinan Krishna menciduk tiga pelaku pembunuhannya, yakni Gunawan Santoso, Suud Rusli, dan Syam Ahmad Sanusi.

"Rahasianya olah TKP maka kasus pembunuhan akan selalu terungkap," tutur Krishna.

Krishna mengemban kembali menjadi Sekpri Kapolda Metro Jaya yang dijabat Irjen Polisi Firman Gani hingga dipercaya menjadi Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara.

Tercatat saat Krishna menjabat kasat reskrim, pengungkapan kasus kriminal di Jakarta Utara meningkat hingga mengulirkan pelatihan reserse terintegrasi antara polres dan polsek.

Memasuki 2006, Krishna menjadi Wakil Kapolres Depok dan masuk lembaga pendidikan untuk persiapan sekolah pimpinan (sespim) di Singapura dan Australia hingga 2009.

Usai sespim, Krishna menjadi dosen Lemdikpol, kemudian dipercaya sebagai komandan kontingen pasukan ke Sudan.

"Saya orang Indonesia pertama masuk ke Darfur Sudan dengan kondisi tidur di tenda selama setahun," kisah Krishna.

Selama dinas di Sudan, Krishna membangun sistem pengamanan standar internasional karena terjadi penembakan terhadap 22 pasukan PBB yang dilakukan pemberontak.

Karena kerap bertugas di medan perang, Krishna menganggap serangan tembakan terhadap kendaraan yang ditumpanginya seperti hal biasa ketika di Bosnia.

Kembali ke Indonesia, Krishna menjadi Kanit Tindak Pidana Perbankan Bareskrim Mabes Polri yang mengungkap kasus berbagai tindak kejahatan perbankan berbagai modus, termasuk kasus Malinda Dee hingga mengembalikan aset negara sebesar 22 juta dolar terkait dengan kasus Bank Century.

Selanjutnya, Krishna mengikuti seleksi selama setahun guna menjadi "Police Planning Officer" di Markas Besar PBB.

Krishna bersaing dengan 100 anggota kepolisian berasal dari 100 negara perwakilan yang terpilih hanya seorang.

"Saya terpilih perwakilan di PBB bersamaan dengan menjadi Kapolres Pekalongan, tetapi hanya 40 hari," ucapnya.

Setelah itu, pada tahun 2011, Krishna berangkat ke New York dengan pangkat kombes polisi yang bertugas memimpin perencanaan di UNPOL di Departemen Perdamaian Operasi (DPKO) PBB.

Krishna sebagai anggota Polri pertama yang dapat menempati satu posisi di Markas PBB dengan sangat selektif harus berbekal pengalaman kepemimpinan lengkap, pendidikan, sarjana strata dua, menulis buku bahasa inggris, dan mengelola organisasi.

Selama 4 tahun dinas di Markas PBB sejak 2011--2014, Krishna kembali ke Indonesia lolos menjalani Sekolah Pimpinan Tinggi (Sespimti).

Lulus Sespimti sebagai lulusan terbaik pertama, Krishna diberikan emban jabatan Direskrimum Polda Metro Jaya pada tahun 2015.

Sebelum menjadi Direskrimum Polda Metro Jaya, Krishna sempat menjabat komandan satgas polisi di Yaman yang mampu mengevakuasi 2.000 warga Indonesia ke Oman dan Arab Saudi saat terjadi perang besar.

Warga Indonesia itu dikembalikan ke Tanah Air sebagai misi besar yang digagas Kementerian Luar Negeri RI yang dipimpin Krishna Murti dari unsur Polri.

"Misi berhasil dan saya mendapatkan penghargaan dari Kemenlu RI," kata Khrisna.

Oleh Taufik Ridwan
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016