Saya hanya ingin anak saya ditemukan dan saya bawa pulang, kembalikan lagi akidahnya ke jalan yang benar dan bisa diterima lagi oleh masyarakat."
Jakarta ( ANTARA News) - Eni Nurfaizah memperlihatkan tiga lembar foto. Gambar anak perempuannya, dr Dyah Ayu Wulandari lengkap dengan baju toga, foto lainnya berisi gambar diri Dyah serta suami dan seorang anaknya.

Dyah dan keluarga kecilnya sudah menghilang sejak Desember 2015 dari tempat tinggalnya di Solo, Jawa Tengah.

Sejak itu pula, Eni yang tinggal di Cileduk mencari Dyah ke berbagai tempat, termasuk ke penampungan anggota Gafatar di Pontianak.

Intuisinya sebagai ibu mengatakan kalau anak perempuannya yang berusia 28 tahun itu berada di suatu tempat di Kalimantan Barat, maka sejak 19 Januari 2015 dia menyeberangi pulau demi mencari putrinya.

Ia tak temukan Dyah di Yon Bekangdam XII Tanjung Pura yang jadi tempat penampungan sementara para anggota Gafatar, dan Eni hingga kini terus mencari Dyah.

Ia mulai mencari-cari Dyah sejak ramai diberitakan menghilangnya dr Rica asal Yogyakarta bersama bayinya yang akhirnya ditemukan di Kalimantan Barat.

"Anak saya seangkatan dengan dokter Rica, makanya saya cari ke sini," kata wanita paruh baya itu.

Eni menceritakan, anak perempuannya masuk Gafatar sejak 2011 untuk bergabung sebagai tim medis dan melakukan berbagai kegiatan sosial.

Sejak bergabung dengan Gafatar, Eni mulai merasakan perubahan anaknya yang menimbulkan perdebatan tanpa akhir antarkeduanya.

"Saya merasa dia mulai berubah dan sepertinya menjadikan saya sebagai target, tapi karena tidak masuk maka dia pergi dan meninggalkan buku untuk saya," katanya.

Doktrin
Eni baru menyadari buku yang ditinggalkan Dyah berisi semacam doktrin yang menurut dia sangat bertentangan dengan Islam, agama yang dianutnya.

Dia menceritakan, dalam buku Memahami dan Menyikapi Tradisi Tuhan yang ditinggalkan Dyah, terdapat enam tahap yang dirancang sejak pendirian Al-Qiyadah AL-Islamiyah yang merupakan tahapan menuju pembentukan Negara Islam, meski Islam menurut versi Ahmad Musadeq.

Tahap pertama yaitu Sirrun yaitu gerakan rahasia, berdakwah rahasia, dan merekrut anggota secara rahasia.

Tahap kedua, Jahrun, yaitu berdakwah secara terang-terangan, mengaji secara terang-terangan, merekrut anggota secara terang-terangan.

Ketiga, Hijrah, yaitu representasi dari sejarah perpindahan dari Mekah ke Medinah untuk berdirinya ibu kota Negara yang mereka sebut Ummul Qura.

Tahap keempat adalah Qital, yaitu perang terbuka dengan orang kafir demi kemenangan agama Islam versi mereka. Tahapan kelima, Futuh, yaitu menang dari peperangan yang melawan orang kafir.

Dan terakhir tahap keenam, Khilafah, yaitu membentuk pemerintahan negara Islam versi mereka dengan memberlakukan hukum Islam versi mereka.

"Menurut saya ini tidak benar, mereka mengartikan Islam dan Alquran sesukanya. Inikan merusak akidah, saya tidak mau anak saya dirusak hidup dan masa depannya," ujar Eni.

Terlebih lagi, sebelum menghilang Dyah meninggalkan pesan untuk tidak ingin ditemukan dan dicari keberadaanya.

"Saya hanya ingin anak saya ditemukan dan saya bawa pulang, kembalikan lagi akidahnya ke jalan yang benar dan bisa diterima lagi oleh masyarakat," tambah Eni.

Tekad Eni sangat kuat bisa menemukan anak, menantu dan cucunya serta harapan sederhana agar mereka kembali berkumpul bersama keluarga.

Yang bertemu
Wajah Burhan tampak berseri-seri karena senyuman. Ia bahagia karena akhirnya bisa bertemu kembali dengan Mentari, sang putri kesayangan.

Mentari, gadis muda asal Babel itu telah menghilang dari tengah keluarga sejak Desember 2015. Ia akhirnya ditemukan di penampungan eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Pontianak, Kalimantan Barat.

Meski ayahnya sangat gembira telah menemukan sang buah hati, tapi keceriaan yang sama tidak terlihat di wajah Mentari.

Tidak terlihat emosi apapun di wajah gadis yang sebelum bergabung di Gafatar mengenakan kerudung itu ketika bertemu ayahnya.

Dia hanya mengangguk dan menjawab singkat ketika orang-orang berusaha berkominikasi dengannya.

Mentari adalah salah satu dari lebih 1.000 warga eks Gafatar yang ditampung di Yon Bekangdam XII Tanjung Pura Pontianak.

Mereka terpaksa meninggalkan permukiman mereka dari sejumlah wilayah di Kalimantan Barat karena diusir oleh warga setempat yang resah dengan hadirnya Gafatar di tengah mereka karena berbagai isu yang muncul dikaitkan dengan gerakan teror.

Akhirnya mereka dipulangkan kembali ke kampung halaman, sebagian diterbangkan dengan pesawat komersil dan sebagian lewat jalur laut dengan KRI.

Terdata sedikitnya lebih dari 2.000 eks Gafatar yang ditampung dan akan dipulangkan, setidaknya ada delapan titik bermukimnya eks Gafatar di Kalimantan Barat yaitu di Kubu Raya, Bengkayang, Mempawah, Kapuas, Sambas, Sanggau, Melawi dan Simping.

Oleh Desi Purnamawati
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016