Palembang (ANTARA News) - Selama ini masyarakat seringkali beranggapan bahwa pertumbuhan badan anak tidak maksimal disebabkan faktor keturunan karena melihat orang tuanya berbadan pendek.

Anggapan tersebut tidak ilmiah dan perlu diluruskan sehingga dapat mengedukasi masyarakat memperbaiki kualitas sumber daya manusia di negeri ini.

Team Leader Kantor Manajemen Nasional Generasi Sehat Cerdas Suharno Wibisono menjelaskan bahwa pertumbuhan badan anak tidak maksimal sekarang ini masih menjadi masalah di sejumlah negara di dunia termasuk Indonesia.

Hampir sembilan juta atau lebih dari sepertiga anak usia bawah lima tahun di Indonesia mengalami pertumbuhan badan yang tidak sesuai ukuran standar internasional untuk tinggi badan berbanding usia (stunted).

Sekarang ini Indonesia menduduki peringkat kelima dunia untuk jumlah anak dengan kondisi pertumbuhan badan tidak maksimal atau stunting.

Stunting atau masalah tinggi badan disebabkan kurang gizi kronis dampak kurangnya asupan gizi dalam waktu lama sejak janin dalam kandungan.

Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh tidak maksimal saat dewasa, serta kemampuan berpikir (kognitif) para penderita juga berkurang.

Melihat permasalahan itu, Indonesia berperan mencegah stunting di tingkat internasional dengan bergabung dalam Scaling Up Nutrition (SUN) Movement.

SUN adalah gerakan global dengan prinsip semua orang di dunia berhak mendapatkan makanan dan gizi yang baik.

Anggota SUN terdiri dari berbagai negara, masyarakat madani, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), lembaga donor, pengusaha, dan peneliti, kata Suharno.



Turunkan Prevalensi "Stunting"



Pemerintah berupaya menurunkan prevalensi nasional tinggi badan kurang pada anak (stunting) untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia agar memiliki daya saing tinggi.

Sekarang ini Indonesia menduduki peringkat kelima dunia untuk jumlah anak dengan kondisi stunting atau memiliki masalah kurang gizi kronis.

Masalah tersebut perlu diatasi secara bersama oleh kepala daerah terutama yang memiliki angka prevalensi stunting yang cukup tinggi.

Direktur Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat Untuk Mengurangi Stunting dari Millenium Challenge Account Indonesia (MCA) Indonesia Minarto pada acara peringatan Hari Gizi Nasional ke-56 di Kayu Agung, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumsel, Rabu (27/1) menjelaskan riset kesehatan dasar pada 2013 mencatat prevalensi stunting nasional mencapai 37,2 persen atau mengalami sedikit peningkatan dari tahun 2010 sebesar 35,6 persen.

Berdasarkan hasil riset tersebut berarti pertumbuhan tidak maksimal diderita oleh sekitar sembilan juta anak Indonesia atau satu dari tiga anak Indonesia.

Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi dari negara-negara lain Asia Tenggara seperti Myanmar 35 persen, Vietnam 23 persen dan Thailand 16 persen.

Stunting atau masalah kurang gizi kronis yang dapat mengakibatkan postur tubuh anak tidak maksimal saat dewasa bukan merupakan faktor keturunan dan dapat dilakukan pencegahan.

Selain disebabkan kurang gizi, postur tubuh anak tidak berkembang maksimal saat dewasa dipengaruhi kurang baiknya sanitasi dan kebersihan lingkungan.

Faktor sanitasi dan kebersihan lingkungan berpengaruh pula bagi kesehatan ibu hamil dan tumbuh kembang anak karena anak usia di bawah dua tahun rentan terhadap berbagai infeksi dan penyakit.

Rendahnya sanitasi dan kebersihan lingkungan juga bisa memicu gangguan saluran pencernaan yang membuat energi untuk pertumbuhan beralihkan kepada perlawanan tubuh menghadapi infeksi.

Sebuah riset menemukan bahwa semakin sering seorang anak menderita diare, cacingan, dan infeksi saluran pernapasan maka semakin besar pula ancaman stunting untuknya.

Untuk menurunkan prevalensi stunting, selain memerlukan perhatian yang besar dari kepala daerah juga diharapkan partisipasi dari seluruh lapisan masyarakat menggalakkan kegiatan pencegahan.

Kegiatan pencegahan yang bisa dilakukan di antaranya pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil.

Kemudian menggalakkan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif sampai usia enam bulan, memantau pertumbuhan balita, serta meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, kata Minarto.



Duta Gizi



Kabupaten Ogan Komering Ilir merupakan salah satu daerah di Provinsi Sumatera Selatan berhasil menurunkan prevalensi stunting.

"Prevalensi stunting kabupaten ini sebelumnya berada pada angka 40,5 persen atau di atas rata-rata nasional 37,2 persen namun kini bisa ditekan menjadi 34 persen," kata Kepala Dinas Kesehatan Ogan Komering Ilir Muhammad Lubis.

Untuk menurunkan prevalensi stunting di kabupaten ini, pihaknya mengoptimalkan peran dan fungsi jajaran dinas kesehatan, dan memberdayakan duta gizi tinggi prestasi yang dibentuk sejak dua tahun terakhir, serta meningkatkan partisipasi masyarakat.

Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir, menyiapkan duta gizi sebagai solusi menurunkan jumlah orang yang hidup dengan penyakit tertentu atau tingkat prevalensi stunting.

Dengan keberadaan duta gizi, diharapkan dapat mengedukasi masyarakat melakukan berbagai tindakan pencegahan stunting serta bersama-sama membangun gizi menuju bangsa sehat berprestasi sesuai dengan tema peringatan hari gizi tahun 2016 ini.

Dalam dua tahun terakhir pihaknya berhasil menurunkan tingkat prevalensi stunting atau masalah kurang gizi kronis di kabupaten ini.

Dengan menggalakkan beberapa kegiatan tersebut pihaknya optimistis masalah stunting dapat diatasi dengan baik dan sumber daya manusia di Ogan Komering Ilir memiliki daya saing yang tinggi, kata bupati.

Stunting mengancam anak bangsa sehingga perlu ditingkatkan pemahaman masyarakat mengenai masalah tersebut dan menemukan solusinya sehingga dapat dipastikan anak-anak Indonesia tumbuh tinggi dan berprestasi tinggi.

Oleh Yudi Abdullah
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016