Stokholm (ANTARA News) - Swedia berniat menyingkirkan hingga 80.000 orang pencari suaka tidak memenuhi syarat, kata Menteri Dalam Negeri Swedia, Anders Ygeman, Rabu, menjadi langkah terbaru negara Uni Eropa memperketat perbatasan dalam menghadapi arus pendatang.

Ygeman mengatakan, penyingkiran pendatang dalam jumlah besar di antara yang datang pada tahun lalu itu akan menggunakan pesawat pesanan khusus.

"Kami memikirkan sekitar 60.000 orang namun jumlahnya dapat meningkat menjadi 80.000," katanya seperti dikutip media Swedia, dengan menambahkan bahwa pihak berwenang ditugaskan mengatur rencana tersebut.

Swedia, dengan jumlah penduduk 9,8 juta jiwa, menerima lebih dari 160.000 pencari suaka pada 2015, menjadikannya salah satu negara di Uni Eropa dengan perimbangan pengungsi per kapita tertinggi.

Lebih dari satu juta orang memasuki Eropa pada tahun lalu yang mayoritas di antara pengungsi itu adalah mereka yang melarikan diri dari konflik di Suriah, Irak dan Afghanistan, yang menjadi krisis migrasi terburuk benua tersebut sejak Perang Dunia II.

Sebagian besar dari mereka menyeberang dari Turki menuju Yunani dengan kapal dan data PBB menyebutkan lebih dari 46.000 orang telah terdampar di pantai-pantai negara anggota Uni Eropa pada tahun ini sementara 170 orang lainnya tewas dalam perjalanan.

Namun, dengan arus masuk menunjukkan sedikitnya tanda pengurangan meskipun adanya cuaca musim dingin, banyak negara termasuk Austria, Jerman, Denmark, Swedia, Prancis telah memperketat peraturan suaka mereka untuk mengurangi pendatang baru.

Dengan melihat peningkatan ketegangan, Brussels pada Rabu mencela perlakuan krisis Yunani dan memperingatkan mereka akan dapat menghadapi kendali perbatasan dengan wilayah Schengen Uni Eropa yang bebas paspor jika mereka tidak melindungi garis depan blok tersebut.

Yunani bukan satu-satunya negara memanas. Denmark juga menghadapi kritik berat setelah para anggota parlemennya menyetujui sebuah peraturan pada minggu iniyang mengizinkan pihak berwenang untuk menyita barang berharga milik pengungsi untuk mencegah pendatang baru.

Beberapa pihak menyamakan langkah tersebut seperti penyitaan oleh Nazi terhadap emas Yahudi pada saat pembinasaan, dengan lembaga Pengawas Hak Asasi Manusia menyebut kebijakan tersebut sangat tercela.

Swedia yang merupakan negara tetangganya telah melihat penurunan jumlah migran yang memasuki negara itu sejak mereka memberlakukan pemeriksaan foto jatidiri pengunjung pada 4 Januari.

Kekhawatiran telah meningkat atas kondisi di fasilitas suaka yang penuh sesak, meskipun demikian dan pada Selasa para pejabat meminta keamanan yang lebih tinggi pada hari setelah seorang pekerja di pusat pengungsi bagi pemuda ditusuk hingga tewas.

Seorang pemuda dengan sengaja menyerang pekerja berusia 22 tahun, disebut bernama Alexandra Mezher oleh para media yang menyebutkan orang tuanya berasal dari Libanon, di pusat lembaga kota Molndal, dekat pantai barat Gotheborg, Swedia.

Kematiannya mengarah kepada pertanyaan terkait kondisi di dalam beberapa pusat pelayanan, dengan sedikitnya orang dewasa dan pegawai untuk mengurus para anak-anak yang banyak di antaranya trauma akan perang.

Sekitar 40 hingga 50 wilayah menghadapi kesulitan besar di kota-kota besar Swedia menurut tokoh berwenang setempat, sementara para pekerja mengatakan banyak fasilitas suaka tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menjalankan fungsinya.

Jumlah ancaman dan insiden kekerasan di sejumlah fasilitas suaka meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 322 insiden pada tahun lalu dari 148 yang terjadi pada 2014, menurut kantor migrasi Swedia.

Komisaris Kepolisian Nasional Swedia, Dan Eliasson, telah meminta 4.100 aparat dan pekerja bantuan tambahan untuk membantu mencegah terorisme, memulangkan para migran dan mengawasi fasilitas.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016