Jakarta (ANTARA News) - Presiden Taiwan, Ma Ying-jeou, Kamis, memimpin rombongan kunjungan kerja yang terdiri dari para pejabat dan akademisi ke Pulau Taiping yang berada di perairan Laut China Selatan yang disengketakan beberapa negara itu.

Kunjungan itu sempat memicu protes dari beberapa negara yang sama-sama mengklaim perairan tersebut.

Bahkan pemerintah Amerika Serikat sebagai sekutu utama Taiwan mengecam kunjungan Ma karena dianggap dapat memperkeruh situasi.

Namun dalam keterangan pers Kementerian Luar Negeri Taiwan, diterima di Jakarta, Ma beralasan, kedatangannya ke Pulau Taiping untuk menjenguk tentara dan pegawai pemerintahan yang ditugaskan di sana menjelang perayaan Tahun Baru Imlek, pembukaan peta baru inisiatif damai di Laut China Selatan, menjelaskan tujuan pendekatan damai di pulau itu, dan mengklarifikasi legalitas status pulau tersebut.

"Saya sangat bahagia hari ini bisa datang ke Pulau Taiping menjelang Tahun Baru Imlek bersama kalian semua yang bertugas di sini, di bagian wilayah teritorial ROC," kata Ma menyebut Taiwan dengan nama ROC atau Republik China.

Selain itu, dia ingin melihat kerja keras dan pengorbanan para personelnya. "Saya ingin mengucapkan selamat tahun baru. Sebelum Tahun Baru Imlek, saya perlu mengunjungi secara khusus tentara pria dan wanita, polisi, pemadam kebakaran, penjaga pantai, petugas pelayanan medis, dan pelestari lingkungan," ujar Ma yang tinggal empat bulan lagi menjabat di periode keduanya itu.

Pemimpin Partai Nasionalis Kuomintang (KMT) itu tahun ini memulai menempatkan beberapa personel di pulau yang jaraknya sekitar 1.600 kilometer dari daratan Taiwan itu untuk menunjukkan perhatiannya dalam menjaga perdamaian di kawasan Laut China Selatan.

Dalam kesempatan tersebut, Ma juga menyampaikan tiga hal mengenai Laut China Selatan yang disengketakan Taiwan, Tiongkok alias China, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei itu.

"Sekarang saya ingin mengumumkan peta jalan inisiatif perdamaian di Laut China Selatan yang berdasarkan pada kerangka kerja tiga iya dan tiga tidak," ujarnya.

Ia menjelaskan ketiganya itu adalah, iya untuk bekerja sama dan tidak untuk berkonfrontasi; iya untuk berbagi dan tidak untuk monopoli; dan iya untuk pragmatisme dan tidak untuk pendirian yang keras.

Taiwan mengklaim Pulau Taiping berada di wilayah kedaulatannya berdasarkan Konvensi PBB atas Hukum Laut (UNCLOS) dan beberapa dokumen sejarah.

Bahkan dalam klaimnya, Kementerian Luar Negeri Taiwan menyatakan, Pulau Taiping adalah daratan bukan batu karang.

Pulau Taiping merupakan pulau terbesar di Kepulauan Spratley di Laut China Selatan yang disengketakan beberapa negara tersebut.

Di Pulau Taiping, Taiwan membangun lapangan terbang yang dapat didarati pesawat sejenis C-130 Hercules, dermaga kapal, dan rumah sakit.

Pewarta: Irfan Ilmie
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016