Tokyo (ANTARA News) - Bank sentral Jepang (BoJ) mengejutkan pasar pada Jumat dengan mengadopsi kebijakan suku bunga negatif untuk memacu pinjaman dan mencapai target inflasi dua persen, karena pemerintah berusaha keras untuk mendorong ekonomi nomor tiga dunia yang lesu.

Menurut AFP, keputusan bank sentral melepaskan senjata baru dalam memerangi deflasi itu, membuat yen terjun namun mendorong indeks saham Nikkei 225 melonjak lebih dari tiga persen karena investor menyambut baik langkah tersebut.

Keputusan untuk memangkas biaya pinjaman hingga di bawah nol berarti bank-bank membayar dana-dana mereka yang diparkir di BoJ, memberi mereka insentif untuk meningkatkan pinjaman, yang pada gilirannya akan membantu memacu ekonomi.

Kebijakan serupa diadopsi oleh Bank Sentral Eropa (ECB) pada 2014, pertama kali dilakukan oleh sebuah bank sentral besar.

Upaya ini untuk guna menghidupkan kembali perekonomian Jepang. Para pembuat kebijakan bank sentral juga memotong prakiraan inflasi mereka dan mendorong kembali jadwal waktu untuk mencapai target dua persen.

"Target dua persen sekarang benar-benar di luar jangkauan," Taro Saito, ekonom NLI Research Institute, mengatakan sebelum pengumuman kebijakan.

Mereka juga memperingatkan dampak negatif dari krisis ekonomi yang mencengkeram mitra dagang utama Tiongkok.


Ekonomi hampir tidak tumbuh

"Data aktivitas hari ini mengecewakan dan menunjukkan bahwa ekonomi Jepang hampir tidak tumbuh pada kuartal terakhir," kata Marcel Thieliant dari lembaga riset Capital Economics mengenai ekonomi Jepang.

Disebutkan, tingkat pengangguran di Jepang stabil di 3,3 persen. Ekonomi tumbuh 0,3 persen lebih kuat dari yang diperkirakan pada Juli-September, setelah perkiraan awal menunjukkan kontraksi. Data kuartal keempat akan keluar bulan depan.

Tapi ekonomi global yang lesu, ditandai oleh pelambatan ekonomi di Tiongkok dan pelemahan di negara-negara berkembang, menjadi tantangan dalam pemulihan ekonomi Jepang.

Dalam pernyataan pascapertemuan, BoJ memperingatkan atas penurunan harga minyak mentah dan ketidakpastian tentang "perkembangan masa depan di negara-negara berkembang dan negara-negara pengekspor komoditas, terutama ekonomi Tiongkok".

(A026)

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016