Kami sadar makanya Pak Ketua (Agus Rahardjo)mengatakan ini diselesaikan dengan, kalau bisa kita pakai cara Indonesia, dengan cara kekeluargaan agar terselesaikan dengan baik,"
Jakarta (ANTARA News) - KPK memilih menggunakan cara kekeluargaan untuk menyelesaikan kasus yang menyeret penyidiknya Novel Baswedan.

"Kami sadar makanya Pak Ketua (Agus Rahardjo)mengatakan ini diselesaikan dengan, kalau bisa kita pakai cara Indonesia, dengan cara kekeluargaan agar terselesaikan dengan baik," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung KPK Jakarta, Senin.

Novel rencananya akan disidang pada 16 Februari di Pengadilan Negeri Bengkulu dalam kasus dugaan penaniayaan berat terhadap pelaku pencurian sarang burung walet di Bengkulu pada 2004.

KPK saat ini mengupayakan agar kasus Novel tidak sampai dilanjutkan ke pengadilan dengan berkomunikasi dengan Jaksa Agung, HM Prasetyo dan kalaupun sampai di pengadilan maka KPK akan menyediakan tim pembela dan mendukung akomodasi Novel.

"Belum ada (hasil dari Jaksa Agung), tapi akan diusahakan jalan yang terbaik," ungkap Laode.

KPK pun memilih untuk tidak berkomunikasi dengan Presiden Joko Widodo untuk mengavokasi kasus ini.

"Belum ada komunikasi dengan Presiden, seharusnya masalah seperti ini bisa diselesaikan internal antara KPK, Kepolisian dan Kejaksaan, untuk apa merepotkan Presiden untuk kasus satu orang?" tambah Laode.

Dan meski kasus Novel berlanjut ke pengadilan, Laode meyakin sejumlah kasus yang Novel tangani seperti dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik, tidak akan berhenti.

"Kasus-kasus yang ditangani Novel memang kompleksitasnya tinggi, sehingga perlu dikerjakan dalam waktu lama, tapi kami meyakini kasus KPK tidak pernah dikerjakan hanya satu orang tapi ada timnya, kalaupun Novel menjalani persidangan pasti kasus ini tidak berhenti dan memang Pak Novel akan dikonsentrasikan untuk menghadapi kasus itu," jelas Laode.

Dalam perkara ini, Novel diduga melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan atau seseorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan maupun untuk mendapat keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat (2) KUHP dan atau pasal 422 KUHP Jo Pasal 52 KUHP yang terjadi di Pantai Panjang Ujung Kota Bengkulu tanggal 18 Februari 2004. Ia dituduh pernah melakukan penembakan yang menyebabkan tewasnya seseorang pada 2004.

Pada Februari 2004, Polres Bengkulu menangkap enam pencuri sarang walet, setelah dibawa ke kantor polisi dan diinterogasi di pantai, keenamnya ditembak sehingga satu orang tewas.

Novel yang saat itu berpangkat Inspektur Satu (Iptu) dan menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu dianggap melakukan langsung penembakan tersebut.

Pada 5 Oktober 2012 lalu, Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Dedi Irianto bersama dengan sejumlah petugas dari Polda Benkulu dan Polda Metro Jaya juga pernah mendatangi KPK untuk menangkap Novel saat Novel menjadi penyidik korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) tahun anggaran 2011.

Namun pimpinan KPK jilid III menolak tuduhan tersebut karena menganggap Novel tidak melakukan tindak pidana dan bahkan mengambil alih tanggung jawab anak buahnya serta telah menjalani sidang di majelis kehormatan etik dengan hukuman mendapat teguran keras.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016