Jakarta (ANTARA news) - Pengamat ekonomi menilai perekonomian nasional tertolong oleh delapan paket kebijakan yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang berfokus pada penguatan permintaan agregat, sisi penawaran dan kesenjangan dalam tabungan investasi, khususnya dalam menghadapi pelemahan perekonomian dunia pada 2016.

"Paket-paket ini keluar sebelum Bank Indonesia menurunkan BI Rate. Sementara itu, IMF terus mengoreksi dan memperkirakan ekonomi dunia pada 2016 tumbuh 3,4 persen dan 3,6 persen untuk 2017," kata Achmad Deni Daruri, Presiden Direktur Center for Banking Crisis dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.

Ahmad Deni menjelaskan, penurunan BI Rate itu disebabkan pelambatan pertumbuhan di negara-negara yang biasa disebut kekuatan ekonomi baru dan juga karena turunnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang diprediksi tumbuh masing-masing 6,3 persen dan 6 persen untuk tahun 2016 dan tahun 2017.

Kendati demikian, katanya, perekonomian Indonesia akan tertolong dalam tiga hal. Pertama, reformasi harga minyak bersubsidi sejak Januari 2015 lalu. Kedua, peningkatan belanja modal dan sosial yang sesuai dengan ruang fiskal, serta ketiga, kebijakan OJK yang "progrowth".

Adapun delapan kebijakan OJK yang mendorong agregat demand tersebut. Pertama, tagihan atau kredit yang dijamin pemerintah pusat dikenai bobot risiko sebesar nol persen dalam perhitungan aset tertimbang menurut risiko (ATMR) untuk risiko kredit.

Kedua, bobot risiko untuk kredit kendaraan bermotor (KKB) ditetapkan sebesar 75 persen dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit. Ketiga, penerapan penilaian ”prospek usaha” sebagai salah satu persyaratan restrukturisasi kredit tanpa mempertimbangkan kondisi pasar maupun industri dari sektor usaha debitor.

Keempat, penurunan bobot risiko kredit beragun rumah tinggal nonprogram pemerintah yang ditetapkan sebesar 35 persen tanpa mempertimbangkan nilai loan to value (LTV) dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit. Kelima, penurunan bobot risiko KPR Rumah Sehat Sejahtera (RSS) dalam rangka program Pemerintah Pusat Republik menetapkan 20 persen tanpa mempertimbangkan nilai LTV dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit.

Keenam, penurunan bobot risiko Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijamin Jamkrida dapat dikenai bobot risiko sebesar 50 persen. Ketujuh, penilaian kualitas kredit kepada UMKM dengan jumlah lebih dari Rp5 miliar yang dikaitkan dengan peringkat penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko (KPMR) dan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank.

Kedelapan, penetapan kualitas kredit setelah dilakukan restrukturisasi serta setelah dilakukan restrukturisasi dengan tenggat waktu pembayaran (grace period) pokok selama masa "grace period".

Ahmad Deni mengatakan, kebijakan OJK ini berdampak langsung dan tak langsung pada peningkatan investasi swasta. Dengan demikian, dengan adanya paket kebijakan OJK ini, diharapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat lebih tinggi dari yang diperkirakan IMF, yaitu 5 persen.

"Pertumbuhan optimal sebesar 6 persen pada tahun ini berpeluang besar tercapai jika efisiensi dalam sistem keuangan dapat berjalan dengan baik sehingga biaya operasional dapat berkurang, akibatnya tingkat suku bunga juga dapat lebih murah," katanya.

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016