PBB (ANTARA News) - Dewan Keamanan PBB akan menggelar sebuah pertemuan darurat pada Minggu untuk membicarakan tentang peluncuran roket Korea Utara seperti yang diminta oleh Amerika Serikat, Jepang dan Korea Selatan.

Konsultasi tertutup yang dilakukan oleh dewan beranggotakan 15 negara untuk membahas Korea Utara itu akan dilakukan pada pukul 11.00 (23.00 WIB), kata PBB dalam sebuah pernyataan pada Sabtu (Minggu WIB).

Para diplomat dewan mengatakan Amerika Serikat, Jepang dan korea Selatan meminta diadakannya sebuah pertemuan setelah Korea Utara meluncurkan sebuah roket jarak jauh pada Minggu yang disebut membawa satelit.

Korut dianggap menentang sanksi-sanksi PBB yang membatasi mereka dalam menggunakan teknologi misil balistik.

Duta PBB dari korea Selatan, Oh Joon menuliskan dalam sebuah surat kepada Duta Besar Venezuela Rafael Dario Ramirez Carreno bahwa dewan pada 2013 telah menyatakan pendirian mereka untuk mengambil langkah-langkah signifikan lebih jauh pada saat Korea Utara meluncurkan uji coba nuklir di masa mendatang.

Media mendapatkan sebuah salinan dari surat Korea Selatan yang ditujukan kepada duta besar Venezuela yang merupakan kepala Dewan Keamanan pada bulan ini.

Amerika Serikat dan Tiongkok telah membicarakan sebuah kemungkinan perluasan sanksi-sanksi PBB terhadap Korea Utara dalam tanggapannya terhadap uji coba nuklir terbaru mereka pada bulan lalu. Para perwakilan Dewan mengatakan mereka berharap akan mencapai sebuah resolusi Dewan Keamanan terkait isu tersebut pada bulan ini.

Seorang diplomat mengatakan peluncuran roket itu menyorot kebutuhan akan langkah yang tegas dari Dewan Keamanan terhadap Korea Utara.

Di lain hal, Sekjen PBB Ban Ki Moon mengutuk keras uji coba roket terbaru Korea Utara dan mendesak mereka untuk menghentikan langkah-langkah provokatif mereka, kantor pers Ban mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Sabtu.

"Sangatlah tercela bahwa mereka (Korea Utara) telah melakukan sebuah peluncuran menggunakan teknologi misil balistik yang melanggar resolusi Dewan Keamanan terkait, meskipun ada permohonan gabungan dari komunitas internasional yang menentang kejadian tersebut," katanya dalam pernyataan itu, demikian laporan Reuters.

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016