Jakarta (ANTARA News) - Pakar Lingkungan Agus Sari berpendapat risiko kerusakan lingkungan tetap menjadi salah satu menu utama pembicaraan, karena lingkungan adalah bagian sangat penting dalam masalah keekonomian.

"Indonesia adalah salah satu Negara dengan kekayaan hayati hutan dan maritim terbesar di dunia. Indonesia juga salah satu penentu vital masa depan perubahan iklim dunia. Indonesia pun punya tanggung jawab besar untuk lebih bijaksana dalam menyelaraskan pembangunan dan kelestarian lingkungan. Kerusakan lingkungan telah terbukti menyebabkan biaya sangat tinggi pada perekonomian nasional," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.

Oleh karena itu, katanya, dorongan untuk mengutamakan pilihan yang ramah lingkungan juga sempat disuarakan oleh Koalisi MASELA (Masyarakat Selamatkan Lingkungan) yang dibentuk di Ambon oleh para aktivis lingkungan lokal pertengahan bulan lalu.

"Bagi Koalisi MASELA tidaklah bijak mengakusisi lahan sebanyak 600-800 hektare untuk pembangunan kilang darat jika kemudian pihak investor telah menawarkan pilihan lebih ramah lingkungan dengan skema pembangunan kilang laut," katanya.

Usulan ini didukung oleh Agus yang menilai bahwa setelah COP 21 di Paris, 2015 dimana pemerintah menegosiasikan pembiayaan bagi perlindungan ekosistem hutan untuk menekan peningkatan temperatur, sudah sepatutnya pemerintah konsisten dengan pernyataan tersebut.

"Jika kemudian lahan yang akan diakusisi tersebut dievaluasi dalam rupiah, termasuk nilai hutan yang akan ditebang, spesies yang akan hilang dan sebagainya, angka kerugian pastilah tidak sedikit. Kebijakan nasional terkait pembangunan terlebih lagi di bidang industri ekstraktif sudah terlalu sering dinilai mengorbankan kelestarian lingkungan," imbuh Agus.

Pasca rapat terbatas jilid 2 yang digelar Presiden Joko Widodo pada Senin (1/2) lalu, teka-teki mengenai metode pengelolaan yang paling tepat untuk Blok Masela di Maluku belum terjawab. Hasilnya pun tidak seberapa jauh dari hasil rapat terbatas sebelumnya dimana kembali Presiden menegaskan akan mengundang operator yang ditunjuk, dalam hal ini INPEX, untuk bertatap muka, sebelum akhirnya keputusan akhir ditetapkan.

Pewarta: -
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016