Jakarta (ANTARA News) - Umat Konghucu di Indonesia diajak untuk tidak melupakan orang-orang yang telah berjasa dalam mengembalikan hak-hak sipil mereka di masa Orde Baru.

"Imlek bagi kita sebagai umat Konghucu tidak boleh melupakan orang-orang yang berjasa pada kita. Tanpa mereka, siapa yang mau urus Konghucu mengembalikan hak-haknya," kata Sekretaris Dewan Rohaniwan Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin) Budi Santoso Tanuwibowo saat perayaan Tahun Baru Imlek 2567 di Kelenteng Kong Miao Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Senin.

Menurut Budi, selain almarhum KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang paling berjasa pada umat Konghucu di Indonesia, terdapat tokoh-tokoh lain yang juga turut berperan membela Konghucu.

Ia menyebut sejumlah nama seperti Presiden Indonesia kelima Megawati Soekarno Putri, Presiden Indonesia keenam Susilo Bambang Yudhoyono, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, Menteri Sekretaris Negara RI kesembilan Djohan Effendi, Yusril Ihza Mahendra, Menteri Sekretaris Negara kedelapan Bondan Gunawan, Marsillam Simanjuntak, Ali Rahman, Malik Fajar, Maftuh Basyuni, Amien Rais, Din Syamsuddin, Akbar Tandjung, Nurcholish Madjid, dan lainnya.

"Gus Dur memang yang paling berjasa tetapi bukan Gus Dur saja, orang-orang itu berjasa pada kita. Mereka sadar bahwa mereka yang jumlahnya besar melindungi yang kecil. Dengan mengakui mereka itu adalah cerminan jati diri kejujuran," ujar Budi.

Atas dasar pengalaman umat Konghucu yang dulu dibelenggu hak-haknya, Budi juga meminta pada umat Konghucu agar tidak mendiskriminasi orang lain.

"Kita sudah diberi haknya, maka jangan diskriminasi dan kita tidak boleh lupa masih banyak yang di sekitar kita yang masih didiskriminasi. Mari kita berkontribusi bagi tanah air. Hidup harmonis kejayaan Indonesia adalah kejayaan kita semua," tuturnya.

"Kita sebagai manusia harus sadar kembali ke titik nol, kita bukan siapa-siapa. Kita jangan lah eksterm. Imlek ini adalah momen untuk mengubah total hal yang negatif," tambahnya.

Pada kesempatan tersebut, Budi mengungkapkan bahwa Gus Dur telah membela hak-hak umat Konghucu jauh sebelum menjadi Presiden.

"Gusdur sebelum jadi Presiden, saat masih sebagai ketua PBNU sering bela umat Konghucu. DUlu Imlek dibatasi, nikah susah, bangun tempat ibadah susah," kata Budi.

Budi yang mengaku cukup dekat dengan Gus Dur itu mengutip kembali ucapan Gus Dur bahwa menjaga umat Konghucu sudah menjadi kewajibannya sebagai pemimpin umat Islam yang merupakan agama terbesar di Indonesia.

"Pada Oktober tahun 1999, saya ke Istana menemui beliau dan meminta agar ada Imlek Nasional, seperti hari raya agama lain di Indonesia. Lalu beliau malah perintahkan perayaan Imlek dan Cap Go Meh, jadi ada dua kali perayaan setahun," jelas Budi.

Menurut Budi, pembelaan terhadap umat Konghucu sempat terganjal oleh Instruksi Presiden Nomor 14 tahun 1967 tentang pelarangan pada para warga keturunan Tionghoa untuk tidak merayakan hari raya agama, tradisi dan adat istiadat di muka umum.

"Gus Dur bilang 'gampang nanti dicabut'. Lalu dia keluarkan Keputusan Presiden nomor 6 tahun 2000 tentang pencabutan Inpres no 14 tahun 1967 dan akhirnya untuk pertama kalinya perayaan Imlek digelar secara nasional pada 17 Februari tahun 2000," ungkap Budi.

Pewarta: Monalisa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016