Chicago (ANTARA News) - Emas berjangka di divisi COMEX New York Mercantile Exchange berakhir turun pada Jumat (Sabtu pagi WIB), karena para pedagang mengambil keuntungan setelah selama seminggu harga emas menguat dipicu ketidakstabilan ekonomi.

Kontrak emas yang paling aktif untuk pengiriman April turun 8,4 dolar AS, atau 0,67 persen, menjadi menetap di 1.239,40 dolar AS per ounce.

Logam mulia berada di bawah tekanan karena para pengambil keuntungan menjual posisi emas mereka menjelang akhir pekan. Para analis mencatat bahwa harga emas telah meroket dalam beberapa hari terakhir karena ekuitas AS jatuh. Pada Jumat, Dow Jones Industrial Average AS naik 1,82 persen, mengembalikan beberapa kerugian dari awal pekan ini.

Emas diletakkan di bawah tekanan lebih lanjut ketika laporan yang dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan AS pada Jumat, menunjukkan penjualan ritel naik 0,2 persen selama Januari.

Indeks dolar AS juga naik, menempatkan tekanan pada emas. Indeks adalah ukuran dari dolar terhadap sekeranjang mata uang utama. Emas dan dolar biasanya bergerak berlawanan arah, yang berarti jika dolar naik maka emas berjangka akan jatuh, karena yang diukur dengan dolar menjadi lebih mahal bagi investor.

Para analis percaya bahwa penundaan dalam kenaikan suku bunga Federal Reserve AS tidak bisa dihindari karena ketidakstabilan. Sebelum pidato Ketua The Fed Janet Yellen di hadapan Kongres AS pada Rabu, bank sentral AS mengisyaratkan bahwa masih bisa menaikkan suku pada Maret.

Namun demikian, dalam kesaksian Yellen kepada Kongres, mengatakan kenaikan akan dilakukan secara bertahap sehingga banyak analis percaya bahwa kenaikan suku bunga berikutnya akan terjadi masih lama pada tahun ini.

Menurut alat Fedwatch CMEGroup, probabilitas tersirat saat ini untuk kenaikan suku bunga adalah pada nol persen pada pertemuan Maret.

Perak untuk pengiriman Maret turun 0,4 sen, atau 0,03 persen, menjadi ditutup pada 15,79 dolar AS per ounce. Platinum untuk pengiriman April turun 5,1 dolar AS, atau 0,53 persen, menjadi ditutup pada 958,10 dolar AS per ounce. Demikian laporan Xinhua.

(A026)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016