Masalah kita (kopi) adalah produktivitas
Bandarlampung (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, permasalahan yang kerap ditemui dalam mengembangkan komoditas kopi adalah terkait dengan produktivitas yang tidak meningkat dengan baik bahkan produksinya cenderung mengalami stagnan.

"Masalah kita (kopi) adalah produktivitas," kata Wapres saat membuka Rapat Pengembangan Kopi Nasional di Rumah Jabatan Gubernur di Bandarlampung, Sabtu.

Untuk itu, ujar Jusuf Kalla, satu hal yang harus dilaksanakan adalah bagaimana meningkatkan produktivitas dan produksi kopi nasional.

Wapres berpendapat, penurunan sejumlah komoditas ekonomi kerap disebut antara lain karena harga komoditas yang mengalami penurunan seperti hasil tambang, kelapa sawit, dan karet.

"Tapi komoditas yang ada hubungannya dengan makanan tidak turun seperti kopi dan udang. Malah kalau dihitung dengan rupiah itu naik, karena dengan rupiah melemah, pendapatan petani itu naik," katanya.

Dia mengingatkan bahwa kebutuhan untuk kopi global bisa meningkat sekitar 15 persen per tahun, tetapi produksi di Indonesia hanya meningkat rata-rata satu persen per tahun, bahkan dalam jangka waktu lima tahun terakhir cenderung stagnan.

JK juga mengingatkan produksi kopi dari Vietnam yang telah lama bersaing dengan produksi nasional padahal dahulu, petani kopi Vietnam belajar dalam mengembangkan komoditas kopi dari Indonesia.

"Kopi saat ini bukan hanya minuman tetapi life style atau gaya hidup," katanya.

Sebagaimana diwartakan, Pemerintah Indonesia diharapkan dapat membuat regulasi yang memperkuat eksportir lokal komoditas kopi karena jumlah eksportir lokal di Provinsi Lampung kian lama kian tergerus oleh eksportir jenis penanaman modal asing (PMA).

"Kami harap ada regulasi tentang PMA, karena bila PMA hanya sebagai trader tanpa investasi jelas maka duitnya bakal lari keluar negeri," kata Anggota Kompartemen Promosi Badan Pengurus Daerah Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) Lampung, Budi Setiawan, sebelum Rapat Pengembangan Kopi Nasional di Bandarlampung, Sabtu.

Menurut dia, meski ada PMA yang berinvestasi dengan baik terkait komoditas kopi di Lampung, tetapi ada juga jenis PMA yang selama ini hanya membayar sewa gudang untuk mengekspor kopi tetapi nihil investasinya sama sekali.

Budi Setiawan mengingatkan bahwa pada awal tahun 2000 jumlah eksportir kopi lokal di Lampung masih ada 65, tetapi pada tahun ini jumlahnya hanya sekitar 15, dan hanya 5-6 yang besar.

Ia menganalisis bahwa PMA memiliki keuntungan karena saat penjualan bisa melakukan hedging serta PMA juga bisa menyimpan kopi hingga 3-8 bulan karena tingkat suku bunga pinjaman di luar negeri yang relatif lebih murah daripada tingkat suku bunga dalam negeri.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016