Jakarta (ANTARA News) - Wajah Dakuni (35) tampak ceria meskipun keringat bercucuran sampai membasahi kaosnya yang tampak sudah kumal.

Dakuni adalah petani bawang merah di Desa Tersana, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Bersama puluhan petani lainnya, Dakuni baru saja memanen bawang merah yang selama ini menjadi mata pencaharian utama.

Para petani bawang merah memang layak bergembira karena panen bawang merah dalam setahun ini bisa dibilang berjalan sukses, selain harga jualnya tidak terlalu mahal tapi juga tidak terlalu murah.

Harga bawang merah basah di tingkat petani Rp9.000-Rp10.000 per kilogram, sementara harga bawang merah kering Rp12.000-Rp15.000 per kilogram.

"Dengan harga jual sebesar itu, para petani sudah bisa menikmati keuntungan yang cukup. Tentu kami berharap harga bisa bertahan sebesar itu," kata Dakuni yang diamini oleh teman-teman petani lainnya.

Dia mengatakan dirinya selama ini banyak memperoleh bantuan bibit dan pupuk dari kelompok tani yang selama ini sebagai tempat berkumpulnya para petani di desanya. Di situ para petani bisa mengajukan kepada Kementerian Pertanian bantuan yang diinginkan seperti bibit bawang merah, pupuk, traktor, hingga pompa air.

Bawang merah yang yang selesai dipanen, ada kalanya langsung dibeli dalam keadaan basah oleh pedagang/pengumpul untuk selanjutnya dijual kepada konsumen. Tapi adakalanya bawang merah yang selesai dipanen dijemur di tepi sawah atau pekarangan rumah hingga kering, untuk selanjutnya dibeli oleh pedagang/pengumpul.

"Setahun ini kami sudah senang dengan kondisi seperti ini dan berharap pemerintah tak perlu mengimpor bawang merah karena produksi dalam negeri sudah mencukupi," katanya.

Lurah Desa Tersana yang juga seorang petani bawang merah Uwu Solihin, mengatakan masyarakat di desanya mayoritas merupakan petani bawang merah dan kebanyakan bergantung hidupnya dari komoditas hortikultura tersebut.

Selain bawang merah, masyarakatnya juga menanam jagung dan cabai. Ada yang memiliki lahan sendiri atau tumpang sari sehingga mampu menghasilkan tidak hanya satu komoditas saja.

Mengenai panen bawang merah yang saat ini dilakukan petaninya, dia mengakui, hal itu tak terlepas gencarnya Dinas Pertanian yang mengirimkan penyuluh ke lapangan bagaimana mengatur pola tanam bawang, sehingga jika terjadi panen tak terjadi serentak.

"Dulu sebelum ada penyuluhan dari Dinas Pertanian, para petani menanam bawang mera serentak dan panennya pun juga serentak sehingga harganya jatuh karena kelebihan produksi. Malah dulu ditambah dengan masuknya bawang merah impor yang membuat kami mengalami kerugian besar," kata Uwu.

Dia bersama para petani di desanya menolak keras apabila pemerintah mengizinkan impor bibit dan bawang merah dari negara manapun karena akan mematikan petani setempat, apalagi stok di Kabupaten Cirebon diyaikini sanggup memenuhi kebutuhan nasional.

Wasirudin, seorang petani sekaligus pedagang bawang merah malah secara tegas mengatakan apabila pemerintah tetap melakukan impor bawang merah padahal produksi dalam negeri mencukupi, dirinya bersama petani lainnya akan melakukan demo ke Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan di Jakarta.

Menurutnya, saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk mengimpor bawang merah mengingat produksi dalam negeri sangat cukup bahkan hingga untuk kebutuhan Lebaran sekalipun.

"Jangan bunuh kami dengan impor bawang merah. Pemerintah hendaknya memperhatikan petani dalam negeri dan jangan asal memberikan izin impor bawang merah," kata Wasirudin.

Data Kementerian Pertanian menunjukkan luas tanam bawang merah pada Februari 2016 seluas 510 hektare, dan luas panen sebesar 468 hektare dengan perkiraan produksi mencapai 5.400 ton.


Manajemen penanaman

Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Spudnik Sujono Kamin saat meninjau panen bawang merah dan dialog dengan para petani, mengatakan kekagumannya dengan keberhasilan dan kerja keras petani dalam menanam hasil pertanian tersebut.

"Bawang merah saat ini sudah menjadi komoditas strategis dan kalau langka di pasaran maka akan naik harganya. Untuk itu penanganannya juga harus hati-hati agar tak terjadi kekurangan dan kelebihan pasokan," kata Spudnik saat meninjau panen bawang di Cirebon.

Menurutnya, Kementerian Pertanian sudah menerapkan manajemen penanaman bawang merah dengan mengerahkan para penyuluh untuk terjun langsung ke seluruh sentra produksi di Indonesa.

Manajeman penanaman yang dimaksud adalah agar petani tidak menanam bibit bawang merah secara serentak tapi bergiliran sehingga saat panen juga tak terjadi serentak. "Ini penting dilakukan agar harga tak jatuh saat panen raya," katanya.

Namun demikian manajemen penanaman juga harus tepat karena jangan sampai petani tidak tahu kapan petani di wilayah lain menanam bibit bawang merah dan kapan memanennya.

"Jadi antarpetani di desa dan kabupaten yang berbeda, mereka harus saling kontak dan berkomunikasi. Itu semua bisa dikoordinasi melalui penyuluh pertanian yang kita siagakan," kata Spudnik.

Kementerian Pertanian mengalokasikan dana Rp38 juta per hektare untuk membantu petani bawang merah dan cabai agar mampu meningkatkan produktivitas komoditas strategis tersebut sehingga stok nasional tercukupi.

"Bantuan itu akan kami salurkan kepada kelompok petani untuk membeli benih, pupuk, pompa air, traktor atau apa saja yang dibutuhkan agar produksinya bisa meningkat," katanya,

Menurutnya, kelompok petani bisa mengajukan usulan kebutuhan yang diperlukan untuk meningkatkan produktivitas bawang merah dan cabai ke Kementerian Pertanian, dan setelah cek kebenarannya maka bantuan dana segera bisa dicairkan.

Spudnik mengatakan dari total alokasi anggaran direktoratnya sebesar Rp1,12 triliun selama 2016, sebesar Rp700-Rp800 miliar akan dialokasikan untuk membantu bawang merah dan cabai.

"Kita akan serius menangani bawang merah dan cabai agar tak ada lagi ditemui stok tak ada dan harga tinggi di pasaran sehingga dikeluhkan konsumen," katanya.

Melihat panen bawang yang baik tersebut, Kementerian Pertanian memastikan tidak akan mengizinkan impor benih dan bawang merah, karena stok produksi dalam negeri komoditas tersebut sangat terpenuhi.

"Apa yang dikatakan berbagai pihak kalau Maret akan terjadi kelangkaan bawang merah sehingga harus impor adalah tidak benar," katanya

Spudnik mengakui memang ada sejumlah pihak yang menginginkan impor bawang merah dengan melemparkan isu kalau Maret akan terjadi kekurangan stok.

"Saya tegaskan bahwa stok bawang merah lebih dari cukup sehingga tak perlu ada impor. Bahkan saya perkirakan saat jelang Lebaran pun produksi lokal bisa memenuhi kebutuhan nasional," tegasnya.

Dirinya juga tidak akan mengeluarkan rekomendasi ke Kementerian Perdagangan untuk impor bawang merah, jika melihat produksi dalam negeri yang cukup melimpah.

Dengan tidak dibukanya kran impor maka bawang merah lokal bisa terlindungi sehingga petani pun tidak mengalami kerugian.

Oleh Ahmad Wijaya
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016