Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan realisasi penerimaan negara hingga 5 Februari 2016 telah mencapai Rp94,9 triliun atau sekitar 5,2 persen dari target dalam APBN 2016 sebesar Rp1.822,5 triliun.

"Realisasi itu terdiri dari penerimaan perpajakan Rp78,8 triliun dan penerimaan negara bukan pajak Rp16,1 triliun," kata Bambang dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, Rabu.

Bambang mengatakan realisasi pendapatan ini sedikit lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu, namun angka penerimaan pajak serta bea dan cukai ini diproyeksikan akan meningkat mulai Maret 2016.

"Ada sedikit penurunan, tapi Maret ini pajak dan bea cukai akan mulai cover, karena ada kewajiban penyerahan SPT (Surat Pemberitahuan) di Maret, serta pola pembelian pita cukai baru untuk rokok," katanya.

Sementara, realisasi belanja negara telah mencapai Rp164,9 triliun yang terdiri dari belanja kementerian/lembaga Rp27,8 triliun, belanja nonkementerian/lembaga Rp37 triliun serta transfer ke daerah Rp100 triliun.

Bambang menjelaskan realisasi ini relatif tinggi sebab kebanyakan kementerian/lembaga telah memulai belanja pada Januari 2016 karena proses lelang yang lebih cepat, tidak lagi pada pertengahan tahun seperti sebelumnya.

Ia mengharapkan penyerapan belanja yang efektif ini terutama belanja modal, bisa terwujud sepanjang tahun 2016, agar program pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah bisa berjalan dengan lebih cepat dan berkesinambungan.

"Tahun lalu serapan Kementerian PU Pera bisa mencapai 92 persen dari Rp109 triliun, padahal karena ada perubahan nomenklatur, praktis (penyerapan) baru mulai pada Mei. Semoga (tingginya realisasi) ini berulang di 2016," ujar Bambang.

Dengan realisasi penerimaan dan belanja negara yang tercatat hingga 5 Februari 2016, maka defisit anggaran telah mencapai Rp70 triliun atau sekitar 0,55 persen terhadap PDB.

Pengajuan RAPBN-P

Terkait anggaran, Bambang mengatakan pemerintah segera mengajukan RAPBN-P 2016 untuk dibahas bersama DPR karena diperkirakan ada perubahan postur penerimaan pajak serta potensi tambahan belanja.

Pengajuan postur anggaran yang baru ini sangat bergantung dari tambahan penerimaan pajak dari pemberlakuan pengampunan pajak, yang diharapkan mulai berjalan efektif sejak pertengahan tahun 2016.

Bambang tidak menyebutkan kapan waktu untuk mengajukan RAPBN-P ini, namun bisa dipastikan pembahasan postur anggaran yang baru, menunggu selesainya pembahasan UU Pengampunan Pajak.

"Pengesahan UU Tax Amnesty menjadi titik kunci dalam penentuan waktu. Bulan Mei ada pembicaraan pendahuluan untuk APBN 2017, mungkin waktu yang baik untuk membicarakan ini setelah pembicaraan pendahuluan APBN 2017," katanya.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016